Demikian pula pengajar yang pindah sebagai penjabat structural atau menajadi ketua sekolah. Kemudian karena sesuatu alasan pulang lagi menjadi guru mengajar pada kelas. Nah grup pengajar ini terdapat yg merasa pergi mengajar pada kelas itu suatu sanksi.
Bagi mereka yang misalnya ini mengajar itu bukanlah suatu yang menyenangkan akan tetapi adalah beban yang berat, pekerjaan yg menjemukan dan menyebabkan tertekan. Sebab melakukan pekerjaan yang nir kita cintai merupakan sesuatu yang menciptakan kita depresi. Nah sekarang pertanyaanya sanggup ndak ditimbulkan lagi perasan cinta dalam pekerjaan mengajar itu?
Bisa atau tidak bisa itu tergantung kepada orangnya. Ada yang sengaja tidak mau menimbulkan rasa cinta itu. Mereka bersekukuh menyalahkan nasib mereka yang malang. Atau menyalahkan yang diluar diri mereka, seperti pejabat level atas yang mengambil keputusan. Setiap ada kesempatan mereka mengeluarkan umpatan agar orang lain setuju bahwa mereka sedang dizalimi. Sikap ini membuat hidup mereka dalam kemurungan yang menyiksa sehingga keseharian mereka dihiasi oleh keluhan, omelan yang menunjukkan ketidak bahagiaan. Masalah sepele yang terjadi dengan siswa atau guru lain cendrung dibesar-besarkan.
Mereka yg seperti ini seharusnya merogoh keputusan. Bisa saja berhenti mengajar & alih profesi (Kalau pada negeri kita yang susah cari pekerjaan ini keputusan bunuh diri). Atau jikalau umur sudah diatas 50 lebih baik merogoh pension dini. Sebab jika kemurungan dan kejengkelan ini diteruskan, bersiap-siaplah buat mendapat kedatangan berbagai penyakit yg dimulai menggunakan tingginya tekanan darah, kemudian disusul sang stroke; Bisa pula penyakit gula yang kemudian disusul sang kerusakan ginjal, jantung
Kalau resign dari pekerjaan ini tidak memungkinkan, maka kita harus mengatasi semuanya. Kita harus kembali mengajar. Kita belajar lagi bagaimana untuk kembali mencintai pekerjaan sebagai guru. Chase Milke seorang penulis artikel pendidikan menyatakan, untuk kembali jatuh cinta lagi pada pekerjaan mengajar seorang harus menerapkan “The Science of Happiness and Meaning”, yang sebenarnya merupakan positive psychology.
Dengan menerapkan prinsip psychology ini Milke yakin seorang guru akan bisa mengatasi, kejenuhan dan kebosanan dalam mengajar. Walaupun itu hanya untuk membantu kita melewati hari-hari yang berlalu, dari hari ke-hari, dari minggu ke minggu demikian seterusnya, yang penting kita melalui hari-hari kita tidak dengan kejemuan dan kebosanan yang menimbulkan stress.
Nah, sekarang bagaimana caranya. Pertama kali kita harus merubah sikap kita terhadap profesi kita itu yaitu mengajar. Untuk ini rujukan yang paling tepat dipakai adalah motivasi perubahan diri dari Lyuboisrsky dan Kennon Sheldon tentang Model Kebahagiaan yang terus menerus.
Mereka mengatakan berdasarkan Studi mereka menunjukkan bahwa kondisi kita ditentukan oleh hanya 10 porsen dari faktor-faktor yang yang di luar kendali kita selebihnya adalah hal-hal yang sebenarnya berada dalam kendali kita seperti tindakan kita yang disengaja dan kebiasaan sehari-hari.
Ini berarti kesejahteraan, kebahgian keceriaan, suasana hati kita berada dalam pengaruh kita sendiri. Meskipun ada sejumlah faktor eksternal yang berkontribusi terhadap kejenuhan kita dalam mengajar, sebenarnya kita masih dapat mengambil tindakan untuk mengatasinya.
Dengan menyadari bahwa kita memiliki kendali, kita bisa menghadapi masalah dengan lebih tenang dan objective. Untuk mengatasinya cenderung menggunakan strategi pemecahan masalah ini sangat mengurangi ketegangan psikologis di sekolah. Dan dengan demikian secara beransur prasaan stress, tertekan dan jenuh jadi berkurang. Dan kita secara perlahan dapat membangun kembali hubungangn yanga lebih baik dengan teman-teman sesama guru, siswa dan kepala sekolah serta orang tua siswa.
Catatan:
1. https://greatergood.berkeley.edu/article/item/how_to_fall_in_love_with_teaching_again
2. Sebagian gambar diambil dari google
Tidak ada komentar:
Posting Komentar