ANALISIS PENGARUH DAERAH ASAL DAN JENIS SEKOLAH TERHADAP DAYA SAING BELAJAR MAHASISWA FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL UIN SUSKA RIAU

Julina

Dosen Fakultas Ekonomi

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing belajar mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau Pekanbaru ditinjau dari daerah asal dan jenis sekolah sebelumnya. Daerah asal dibagi menjadi Pekanbaru yang mewakili daerah perkotaan dan kabupaten/kota dalam Provinsi Riau yang mewakili pedesaan. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa indeks prestasi sebagai ukuran prestasi belajar dan data-data lain yang menunjang. Data  dalam penelitian dianalisis menggunakan analysis of variance dengan satu variabel dependen yaitu indeks prestasi siswa dan dua variabel independen daerah asal dan jenis sekolah sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari dua variabel bebas yang diuji, hanya satu variabel yang memiliki pengaruh langsung dan signifikan terhadap prestasi belajar, yaitu daerah asal dan tidak ditemukan pengaruh langsung untuk variabel jenis sekolah. Selain menguji pengaruh utama, penelitian ini menguji pula pengaruh interaksi antara daerah asal dan jenis sekolah terhadap prestasi belajar, namun tidak ditemukan pengaruh yang signifikan untuk interaksi antar daerah asal dan jenis sekolah terhadap prestasi belajar. Selain itu ditemukan pula bahwa tamatan SMA dari Pekanbaru dan luar Provinsi Riau indeks prestasinya lebih tinggi dari MA dan SMK. Namun hal sebaliknya terjadi untuk tamatan SMA yang dari kabupaten/kota di luar Pekanbaru, rata-rata indeks prestasi mereka justru paling rendah dibandingkan dengan MA dan SMK. Oleh karena itu disarankan kepada pemerintah, khususnya melalui dinas pendidikan untuk memberikan perhatian kepada SMA yang berada pada kabupaten dan kota di Provinsi Riau agar dapat meningkatkan daya saing lulusannya.

Kata kunci: daerah asal, jenis sekolah, prestasi belajar

Abstract: This research objective is to find out students achievement based on their original area and type of school at Economic and Social Sciences Faculty of UIN Suska Riau. Area of origin is divided into Pekanbaru as an urban and regencies out of Pekanbaru as a rural area. The data used are secondary data in the form of achievement index as a measure of learning achievement and other supporting data that. The data was analyzed using analysis of variance with one dependent variable (student’s achievement) and two independent variables (original area and type of school). The result showed that from two independent variables tested only one variable has significant direct effect to the achievement index, that is original area and it does not found significant direct effect for type of school. Besides tested the main effect, this study also tested interaction effect between original area and type of school toward student achievement, yet it does not found significant interaction effect on it.  Moreover, it was found that students of senior high school (SMA) from Pekanbaru and out of Riau Province had the highest score compare to Islamic senior high school (MA) and vocational high school (SMK). Contrary to students of senior high school from regencies in Riau Province, their achievement score was the lowest compare to MA and SMK. So, it is suggested to the government, especially education department, to give high commitment to the senior high school in the regencies and cities in Riau Province to increase the competency of the students.

Keywords: original area, type of school, student achievement.

A. PENDAHULUAN

Pendidikan secara umum ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa untuk menjadi bekal hidupnya kelak. Di Indonesia pemerintah telah menetapkan wajib belajar 9 tahun bagi anak usia didik. Untuk menjamin tercapainya tujuan ini, pemerintah meluncurkan program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi pendidikan dasar yaitu SD dan SMP. Seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pendidikan, banyak orang tua yang memutuskan untuk melanjutkan pendidikan pada anak-anaknya bukan sekedar memenuhi kewajiban akan pendidikan dasar 9 tahun tersebut. Terdapat beberapa alternatif sekolah lanjutan bagi anak usia didik yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan sekolah menengah atas yang menambahkan porsi pelajaran agama Islam yang lebih banyak dibanding SMA yang disebut dengan Madrasah Aliyah (MA). Apapun jenis sekolah menengah yang ada, kualitasnya tidak hanya ditentukan apakah kurikulumnya lebih banyak ke teori atau praktek. Namun juga sangat ditentukan oleh berbagai faktor seperti kelengkapan sarana dan pra sarana, pelaksanaan proses belajar mengajar, kualitas guru dan siswanya, juga faktor kelengkapan administrasi yang dapat menunjang kemajuan suatu sekolah. Tidak dipungkiri bahwa luasnya wilayah Indonesia yang terdiri ribuan pulau membuat lokasi sekolah juga tersebar kemana-mana. Sulitnya transportasi untuk menjangkau semua daerah akan sangat mempengaruhi pra sarana dan juga guru yang ingin mengajar kesana. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi kualitas sebuah institusi pendidikan dan tentu saja lulusannya.

Awal tahun 2010 yang lalu, Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menyelenggarakan Rembuk Nasional Pendidikan (Rembuknasdik) yang diharapkan akan melahirkan pola-pola baru dalam pendidikan di Indonesia yang bisa disepakati bersama lalu diimplementasikan di sekolah-sekolah. Terdapat beberapa hal yang dibahas dalam Rembuknasdik tersebut, diantaranya akselerasi pemerataan pembangunan pendidikan dan strategi operasional Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Nasional Pendidikan (SNP). Selain itu dibahas pula mengenai revitalisasi peran kepala sekolah dan pengawas serta strategi pengadaan dan distribusi guru berkompeten. Dalam konteks ini mengemuka masalah disparitas mutu guru antar berbagai daerah, sistem rekrutmen yang belum sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan, kurangnya anggaran untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik dan kependidikan. Hal penting lain yang dibahas adalah penyelarasan pendidikan untuk membangun manusia yang berdaya saing  dan penguatan peran pendidikan dalam upaya peningkatan akhlak mulia dan pembangunan karakter bangsa (Warta Balitbang, 2010).

Permasalahan-permasalahan yang terungkap dalam Rembuknasdik diatas, kemungkinan besar juga terjadi di Provinsi Riau. Provinsi Riau terdiri dari dua kota dan beberapa kabupaten yaitu Kota Pekanbaru, Kota Dumai, Kabupaten Rokan Hilir, Rokan Hulu, Indragiri Hilir, Indragiri Hulu, Pelelawan, Siak, Bengkalis, Kuantan Singingi, dan Kampar. Sebagaimana kita ketahui sistem desentralisasi dalam mengelola guru memungkinkan terjadinya masalah-masalah seperti tersebut diatas. Begitu pula kurangnya anggaran pendidikan dalam menyelenggarakan proses kependidikan akan mempengaruhi mutu sekolah dan juga berimbas pada daya saing lulusannya. Berdasarkan pembahasan tersebut terlihat bahwa masih terdapat beberapa kendala yang perlu diselesaikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita. Salah satu yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai daya saing siswa, khususnya daya saing belajar yang diukur dengan indeks prestasi yang mereka peroleh. Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi indeks prestasi belajar mahasiswa. Penelitian ini mencoba melihat apakah terdapat perbedaan prestasi berdasarkan asal daerah dan jenis sekolah. Asumsi yang mendasari adalah sekolah-sekolah di kabupaten atau kota diluar kota Pekanbaru memiliki sarana dan prasarana yang secara umum lebih minim dibandingkan dengan Kota Pekanbaru. Mahasiswa yang masuk ke UIN Suska Riau berasal dari berbagai daerah baik di dalam Provinsi Riau sendiri maupun dari Luar Provinsi Riau. Hal ini dimungkinkan dengan jalur masuk ke UIN yang bisa melalui SNMPTN yang bisa diikuti dari kota lain. Penelitian ini mengelompokkan daerah asal mahasiwa yang masuk ke UIN menjadi tiga kriteria yaitu dari Kota Pekanbaru, Kabupaten/Kota diluar Kota Pekanbaru, dan dari luar Provinsi Riau. Dari sisi jenis sekolah, penelitian ini juga mencoba untuk melihat apakah mahasiswa dengan dasar jenis sekolah menengah atas yang berbeda mempunyai prestasi yang berbeda pula. Oleh karena itu penelitian ini juga ingin mengungkapkan apakah perbedaan jenis sekolah tadi juga mempengaruhi daya saing belajar di UIN Suska Riau Pekanbaru.

B. KAJIAN PUSTAKA

1. Perbandingan Lulusan SMA, MA, dan SMK

Di Indonesia terdapat beberapa alternatif bagi siswa lulusan SLTP untuk melanjutkan studinya yaitu ke SMA, MA, dan SMK. Pada umumnya SMA dan MA didisain untuk mempelajari teori dengan porsi yang lebih banyak dan diarahkan untuk melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi seperti akademi, sekolah tinggi, institut, atau universitas. Sedangkan SMK didisain mempelajari keahlian lebih banyak sehingga lebih siap untuk terjun langsung ke dunia kerja. Namun demikian, tamatan SMK juga tetap bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi jika berminat. Saat ini pemerintah sangat menggalakkan siswa untuk melanjutkan ke SMK melalui layanan iklan di media elektronik. Seiring dengan usaha merubah paradigma berpikir masyarakat bahwa SMK adalah sekolah kelas dua, pemerintah juga mencanangkan untuk memperbanyak jumlah SMK ke depannya. Depdiknas sendiri pernah mencanangkan akan meningkatkan jumlah siswa SMK yang pada masa sekarang  3 siswa SMK berbanding 7 siswa SMA menjadi 6 siswa SMK dan 4 Siswa SMA.

Berdasarkan data SUSENAS 2006 penduduk usia produktif 20-54 tahun yang berpendidikan terakhir SMA sederjat (SMA/SMK/MA) sekitar 25.2% dimana di daerah perkotaan lebih banyak lulusan SMA sederajat dibandingkan pedesaan. Ditinjau dari kacamata dunia kerja, lulusan SMA sederajat ini sebagian besar bekerja sebagai buruh/karyawan. Secara keseluruhan, 17.9% penduduk usia 20-54 tahun merupakan lulusan SMA, 5.9% lulusan SMK dan 1.3% lulusan MA. Cukup masuk akal karena jenis sekolah pendidikan SMU lebih banyak dibandingkan kedua jenis sekolah atas lainnya. Namun begitu, lulusan SMK ternyata lebih mudah mendapatkan pekerjaan (70.1%) dibandingkan SMA (60.2%) atau MA (60.5%), dan yang menarik lulusan SMA dan MA mempunyai kesempatan bekerja yang sama. Sebagian besar lulusan SMA sederajat bekerja sebagai buruh/karyawan, dimana lulusan SMK (44.3%) lebih besar dibandingkan SMA (32.6%) dan yang paling rendah adalah MA (23.3%). Kurikulum pendidikan SMK yang memang ditujukan untuk mengasah kemampuan ketrampilan dunia kerja ternyata berpengaruh dalam kemudahan mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Baik di Perkotaan maupun Pedesaan kondisinya tidak berbeda banyak. Diagram 1 menggambarkan persentase penduduk 20-54 tahun bekerja menurut lulusan dan kota/desa (http://andi.stk31.com).

Diagram 1. Persentase Penduduk 20-54 tahun Bekerja Menurut Lulusan

Lulusan SMA yang termasuk bukan angkatan kerja (sekolah atau urus rumah tangga) banyak terdapat di perkotaan (30.4%) dibadingkan dengan pedesaan (22.6%), begitu juga dengan lulusan MA. Sedangkan untuk lulusan SMK tidak ada perbedaan antar kota-desa, tetapi lulusan SMK yang bukan angkatan kerja ternyata lebih rendah (17.4%) dibandingkan SMA (28.1%) atau MA (27%).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Peningkatan prestasi belajar siswa telah menjadi tujuan utama dari pendidikan. Selama sepuluh tahun terakhir ini, banyak penelitian yang dilakukan untuk menentukan faktor apa yang mempengaruhi prestasi belajar siswa baik faktor yang berpengaruh positif maupun negatif. Syakira (2009) menyatakan bahwa keberhasilan mahasiswa dipengaruhi oleh (1) Kondisi Fisiologis, dapat bersifat  umum (segar jasmaninya serta kondisi kesehatan terawat dengan baik) dan khusus (memfungsikan panca indera saat proses belajar berlangsung, terutama penglihatan dan pendengaran). (2) Kondisi Psikologis. Saifuddin Azwar (2002) membedakan kondisi psikologis ini dalam 2 kategori, yaitu variabel non kognitif dan kemampuan kognitif. Variabel non kognitif terdiri dari minat, motivasi, dan variabel-variabel kepribadian lainnya. Sedangkan variabel kognitif terdiri atas kemampuan khusus (bakat) dan kemampuan umum (intelegensia). (3) Kemampuan Pembawaan, setiap orang mempunyai potensi kemampuan sendiri-sendiri. Misalnya kemampuan pembawaan berupa kecerdasan. Kecerdasan sangat menentukan kecepatan atau penerimaan pelajaran. (4) Kemauan Belajar (Minat dan Motivasi). (5) Sikap terhadap Guru dan Mata Kuliah, (6) Bimbingan, dan (7) Ulangan.

Berdasarkan studi empiris para peneliti belum mencapai konsensus mengenai penyebab terjadinya perbedaan kemampuan atau prestasi belajar ini. Lareau menyatakan bahwa siswa yang berasal dari keluarga golongan menengah ke bawah dan orang tuanya tidak terlalu terlibat dalam proses pembelajaran memiliki prestasi belajar yang lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang berasal dari golongan menengah ke atas dan orang tuanya ikut terlibat. Peneliti lain menyatakan bahwa pencapaian akademik sangat terkait dengan ras dan status sosial ekonomi dan mencoba meneliti mengapa terjadi demikian. Untuk keluarga dengan status ekonomi rendah perlengkapan belajar biasanya lebih sedikit dengan asupan gizi yang juga sedikit serta akses terbatas untuk perawatan kesehatan. Semua ini berkontribusi terhadap kinerja akademis yang lebih rendah. Para peneliti yang menitikberatkan gap prestasi antar gender menyatakan bahwa perbedaan perkembangan dan struktur otak sebagai alasan yang mungkin mengapa salah satu jenis kelamin melampaui jenis kelamin lainnya untuk subjek tertentu. Misalnya penelitian yang dilakukan di Virginia Tech pada tahun 2000 menguji otak 508 anak-anak dan menemukan bahwa area otak yang berbeda berkembang dengan urutan yang berbeda antara anak lelaki dan perempuan. Perbedaan kecepatan kedewasaan otak antara anak lelaki dan perempuan mempengaruhi bagaimana setiap jenis kelamin memproses informasi dan dapat berimplikasi pada bagaimana prestasi mereka di sekolah. Hernsten dan Murray menyatakan bahwa variasi genetic pada tingkat rata-rata IQ adalah akar dari perbedaan ras dalam prestasi belajar, sementara peneliti lain menyatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam kemampuan koginitif antara ras yang berbeda yang dapat membantu menjelaskan perbedaan prestasi, dan lingkunganlah yang merupakan akar dari isu-isu perbedaan prestasi (Wikipedia).

Mondoh (2001) seperti dikutip dalam Bosire, Mondoh, dan Barmao (2008) menyatakan bahwa anak lelaki cenderung memiliki cara berpikir dan belajar yang spontan, pendekatan yang menyeluruh, memiliki atribut yang memusat, sementara anak perempuan cenderung mendalam, per bagian, dan berhati-hati. Perbedaan-perbedaan atribut kognitif ini mempengaruhi anak lelaki dan perempuan secara berbeda khususnya pada tingkat percaya diri, sikap, kemampuan mengambil risiko, interaksi dan kemampuan intelektual.

Faktor lain yang juga dianggap mempengaruhi hasil belajar adalah lokasi dimana siswa menuntut ilmu. Pada umumnya siswa yang berasal dari desa memiliki prestasi belajar yang lebih rendah daripada siswa yang berasal dari kota. Hal ini diduga antara lain karena biaya yang dikeluarkan untuk pendidikan merupakan hal yang penting dan biasanya sekolah di pedesaan memperoleh anggaran biaya yang lebih sedikit. Selain itu juga terdapat perbedaan sikap individu, orang tua dan juga teman sebaya yang berbeda untuk wilayah pedesaan dan perkotaan yang mempengaruhi prestasi belajar siswa dari daerah yang berbeda.

Selain guru, kondisi fisik kelas juga terbukti mempengaruhi prestasi belajar siswa. Penelitian tentang pencapaian akademis siswa dan kondisi bangunan kelas menyimpulkan bahwa kualitas lingkungan fisik signifikan mempengaruhi prestasi siswa (Earthman, 2004). Selain dari sisi kualitas lingkungan fisik, jumlah siswa dalam kelas memiliki potensi mempengaruhi seberapa banyak materi yang dapat dipelajari. Misalnya mempengaruhi bagaimana siswa berinteraksi satu sama lain. Hal ini juga mempengaruhi perilaku yaitu menimbulkan sedikit banyaknya keributan yang selanjutnya mempengaruhi aktivitas guru. Tingkat keributan ini dapat mempengaruhi seberapa lama guru dapat memfokuskan pada siswa secara individu dan kebutuhan spesialnya dibandingkan kelompok secara keseluruhan. Lebih mudah untuk fokus pada kelompok kecil dibandingkan kelompok besar. Ukuran kelas juga mempengaruhi alokasi waktu guru dan keefektifan mengajar seperti seberapa banyak materi dapat disampaikan (Ehrenberg, et al. 2001).

Selain dari faktor-faktor yang sudah dijelaskan diatas, penelitian yang dilakukan di Pakistan menemukan bahwa ibu yang berpendidikan berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Begitu pula hubungan antara sikap siswa terhadap tingkat kehadiran dikelas menunjukkan berhubungan positif dengan prestasi belajar siswa. Namun ditemukan hubungan negatif antara usia ibu, alokasi waktu belajar di rumah, dan pendapatan keluarga terhadap prestasi belajar. Ini membutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi hubungan negatif ini (Hijazi dan Naqvi, 2006).

C. METODE

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau Pekanbaru yang berlokasi di Jl. H.R Soebrantas KM 15 Simpang Baru Panam Pekanbaru. Data yang digunakan adalah data indeks prestasi mahasiswa reguler yang merupakan nilai rata-rata dari sembilan mata kuliah pada semester I. Keputusan untuk pengambilan nilai di semester I satu dikarenakan jumlah mata kuliah yang diambil sama banyaknya untuk setiap mahasiswa. Semester II dan selanjutnya terdapat kemungkinan mahasiswa mengambil mata kuliah dengan jumlah yang berbeda tergantung dari indeks prestasi belajar mereka di semester I. Populasi dalam penelitian ini adalah semua mahasiswa regular tingkat I Tahun Akademik 2010/2011. Teknik pengambilan sampelnya adalah total sampling dimana semua populasi dijadikan sampel. Populasi dalam penelitian ini lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

          Tabel 1. Jumlah Mahasiswa Tingkat I Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau

No

Jurusan

Jumlah (Orang)

1

Akuntansi

144

2

Manajemen

193

3

Administrasi Negara

161

4

D3 Akuntansi

65

5

D3 Administrasi Perpajakan

38

6

D3 Manajemen Perusahaan

44

Selanjutnya data dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah indeks prestasi belajar mahasiswa, sedangkan variabel independennya adalah daerah asal dan jenis sekolah. ANOVA merupakan metode untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen (skala metrik) dengan satu atau lebih variabel independen (skala non metrik atau kategorikal dengan kategori lebih dari dua). ANOVA digunakan untuk mengetahui pengaruh utama (main effect) dan pengaruh interaksi (interaction effect) dari variabel independen kategorikal terhadap variabel dependen metric. Pengaruh utama adalah pengaruh langsung variabel independen terhadap variabel dependen. Sedangkan pengaruh interaksi adalah pengaruh bersama atau joint effect dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2009).

Untuk melengkapi pembahasan, mahasiswa juga diminta untuk memberikan pendapat mereka secara bebas dan anonym untuk menjamin kebebasan mereka mengungkapkan pendapat mengenai faktor apa yang mempengaruhi prestasi belajar mereka. Kali ini tidak semua populasi dijadikan sampel. Teknik penarikan sampelnya adalah accidental sampling dimana hanya sebagian dari mahasiswa yang kebetulan ditemui yang dimintai pendapatnya.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi dan Sampel dalam penelitian ini berjumlah 645 mahasiswa dari enam jurusan dan program studi yaitu Akuntansi, Manajemen, Administrasi Negara, D3 Manajemen Perusahaan, D3 Akuntansi, dan D3 Administrasi Perpajakan. Selain menganalisis data menggunakan metode kuantitatif, penelitian ini juga memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk mengungkapkan secara anonim apa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar mereka. Selanjutnya analisis deskriptif untuk variabel independen (daerah asal dan jenis sekolah) dapat dilihat pada Diagram 2 dan 3. Berdasarkan Diagram 2 terlihat bahwa 457 mahasiswa (71%) berasal dari luar kota sedangkan 131 mahasiswa (20%) berasal dari Kota Pekanbaru, dan sisanya 57 mahasiswa (9%) dari luar Provinsi Riau. Hal ini menunjukkan bahwa untuk UIN Suska Riau, dan khususnya Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, sebagian besar mahasiswa merupakan pendatang dari berbagai kabupaten dan kota di dalam Provinsi Riau.

                                        Diagram 2. Data Mahasiswa Berdasarkan Daerah Asal

Diagram 3. Data Mahasiswa Berdasarkan Jenis Sekolah

Dalam memilih sekolah terkadang lebih banyak merupakan oleh pilihan orang tua dari pada pilihan anak. Kenyataan yang terlihat dimana-mana adalah anak-anak mereka ramai-ramai masuk ke SMA tanpa tahu mengapa harus masuk SMA. Sangat sedikit jumlahnya yang melanjutkan studi ke Sekolah Kejuruan (SMK). Perbandingannya cukup fantastis. Secara nasional, menurut data di Depdiknas, prosentase peminat SMK kecil dari 5%. Hanya ada di empat provinsi (DKI, Jawa Barat, Jateng, Jatim) peminat lulusan SLTP melanjutkan ke SMK di atas 10%. Selebihnya sangat mengharukan, karena di sebagian besar daerah, peminat masuk SMK di bawah 2% (http://enewsletterdisdik.wordpress.com).

Diagram selanjutnya menggambarkan jenis kelamin mahasiswa. Jumlah mahasiswa laki-laki dan perempuan tidak terlalu berbeda jauh. Lengkapnya dapat dilihat pada Diagram 4. Suatu survey di Amerika menemukan bahwa dari tahun 1995 sampai dengan 2005, jumlah pria yang mendaftar di akademi meningkat 18%, sementara jumlah wanita meningkat 27%. Pria yang mendaftar di akademi lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya, tapi kurang dari dua pertiganya yang berhasil mendapatkan gelar sarjana muda. Jumlah pria dan wanita yang berhasil mendapatkan gelar sarjana muda meningkat dengan tajam, namun peningkatan lulusan akademi wanita lebih melampaui lulusan akademi yang pria (http://en.wikipedia.org).

Diagram 4. Data Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin

Selanjutnya Diagram 5 menggambarkan data mahasiswa berdasarkan status sekolah sebelumnya. Sebagaimana kita ketahui, status sekolah hanya ada dua yaitu sekolah negeri atau swasta. Mayoritas mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Suska Riau berasal dari sekolah negeri (70%), sementara hanya sekitar 30% yang berasal dari sekolah swasta. Di berbagai belahan dunia terjadi perdebatan mengenai mana yang lebih berkualitas yaitu apakah sekolah swasta atau sekolah negeri. Di beberapa negara seperti Kolombia dan Tanzania, Republik Dominika, Philipina dan Uganda ditemukan bahwa sekolah swasta lebih baik dari pada sekolah negeri, namun sebaliknya untuk negara-negara seperti Tanzania, Rwanda, dan Indonesia ditemukan sekolah negeri yang lebih baik dari sekolah swasta. Penelitian lain menemukan hasil yang bervariasi dimana hasilnya berbeda tergantung dari jenis sekolah dalam konteks tertentu (Martha, 2011). Untuk sampel dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar mahasiswa yang berasal dari sekolah negeri dan swasta. Hasil Uji T-test sebesar 0.333 dan tidak signifikan pada 0.05.

Diagram 5. Data Berdasarkan Status Sekolah

Selanjutnya untuk menganalisis data menggunakan ANOVA terdapat beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Levene’s test of homogeinity of variance dihitung menggunakan SPSS untuk menguji asumsi ANOVA bahwa setiap group (kategori) variabel independen memiliki variance sama. Jika Levene statistic signifikan pada 0.05 maka kita dapat menolak hipotesis nol yang menyatakan group memiliki variance sama. Tabel 2 menggambarkan output hasil uji Levene test.

Tabel 2. Hasil Uji Levene Test

F

df1

df2

Sig.

1.048

8

636

.398

Hasil uji Levene test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan variance oleh karena nilai F hitung sebesar 1.048 secara statistik tidak signifikan pada 0.05 yang berarti hipotesis nol diterima. Hal ini  berarti asumsi ANOVA terpenuhi bahwa variance sama dan tidak terdapat penyimpangan terhadap asumsi ANOVA. Pada prakteknya walaupun asumsi variance sama ini tidak terpenuhi, Box (1954) seperti dikutip dalam Ghozali (2009) menyatakan bahwa ANOVA masih dapat digunakan oleh karena ANOVA robust untuk penyimpangan yang kecil dan moderat dari homogeneity of variance. Selanjutnya test between-subject effect dapat dilihat pada Tabel 3.

  Tabel 3. Test of Between-Subject Effects

Source

Type III Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Sig.

Corrected Model

2.820a

8

.352

3.724

.000

Intercept

1957.241

1

1957.241

20682.068

.000

ASAL

.660

2

.330

3.486

.031

JS

.315

2

.157

1.663

.190

ASAL * JS

.876

4

.219

2.315

.056

Error

60.188

636

.095

Total

6594.921

645

Corrected Total

63.007

644

a. R Squared = .045 (Adjusted R Squared = .033)

Hasil uji Anova menunjukkan bahwa terdapat pengaruh langsung antara variabel independen asal terhadap indeks prestasi. Nilai F sebesar 3.486 signifikan pada 0.05. Hal ini berarti ada perbedaan indeks prestasi antar asal daerah (Pekanbaru, luar Pekanbaru, luar Provinsi Riau).  Sementara untuk jenis sekolah hasil Anova menunjukkan nilai F sebesar 1.663 dan tidak signifkan pada 0.05. hal ini berarti tidak terdapat perbedaan indeks prestasi antar jenis sekolah (SMA, MA, dan SMK). Hasil interaksi antara asal daerah dan jenis sekolah memberikan nilai F sebesar 2.315 dan tidak signifikan pada 0.05. Hal ini berarti tidak terdapat pengaruh bersama atau joint effect antara asal daerah dan jenis sekolah terhadap indeks prestasi. Adjusted R Squared sebesar 0.033 yang berarti variabilitas indeks prestasi yang dapat dijelaskan oleh variabel asal daerah dan jenis sekolah sebesar 3.3%.

Selanjutnya, penelitian ini juga mencoba untuk melihat hasil interaksi antara asal daerah dan jenis sekolah. Berdasarkan analisis menggunakan Anova, hasil interaksinya digambarkan pada Diagram 6. Hubungan interaksi antar asal daerah dan jenis sekolah adalah untuk mahasiswa tamatan SMA dari Pekanbaru dan luar Provinsi Riau indeks prestasinya lebih tinggi dari MA dan SMK. Namun hal sebaliknya terjadi untuk tamatan SMA yang dari kabupaten/kota diluar Pekanbaru. Siswa tamatan SMK dari Pekanbaru dan luar Provinsi Riau memiliki indeks prestasi yang paling rendah dibandingkan sekolah lainnya, namun siswa SMK yang berasal dari luar kota Pekanbaru menenpati posisi kedua setelah siswa dari MA.

          Diagram 6. Interaksi antara Jenis Sekolah dan Daerah Asal

Apa yang digambarkan pada Diagram 6 sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Siswa SMA dan MA yang memang dipersiapkan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi pula dibandingkan SMK. Namun hal tidak diduga adalah siswa SMA yang berasal dari Kabupaten dan Kota di wilayah Provinsi Riau justru menunjukkan prestasi belajar yang paling rendah, bahkan jika dibandingkan dengan siswa yang berasal dari SMK.

Ditemukannya hasil penelitian yang menunjukkan bahwa siswa yang berasal dari SMA di Pekanbaru lebih berprestasi dibandingkan dari daerah lain yang dikategorikan daerah pedesaan sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Umo (2006) menemukan bahwa siswa dari daerah perkotaan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang berasal dari pedesaan. Dalam penelitiannya, Umo mendisain penelitian menggunakan kelas kontrol (menggunakan metode konvensional) dan kelas eksperimen (menggunakan metode permainan). Hasilnya menunjukkan bahwa siswa perkotaan yang diajar menggunakan metode konvensional memiliki prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan metode permainan, sementara untuk daerah pedesaan siswa yang diajar menggunakan metode permainan memiliki prestasi yang lebih tinggi dibandingkan metode konvensional.

Penelitian Umo diperkuat pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Jabbar, Aziz, and Zeb (2011) di Pakistan yang menemukan bahwa siswa yang berasal dari kota lebih tinggi prestasi belajarnya dibandingkan siswa yang berasal dari desa baik untuk siswa pria maupun wanita. Hasil uji t-value untuk siswa pria menunjukkan angka 3.694 dan signifikan pada level 0.05. Sedangkan t-value untuk siswa wanita menunjukkan angka 5.681 yang juga signifikan pada 0.05. Salah satu rekomendasi dari penelitian ini adalah perlunya menyediakan guru yang kompeten di daerah pedesaan karena prestasi siswa di daerah perkotaan secara langsung berhubungan dengan kinerja guru yang efisien.

Guru merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Guru yang berpengalaman biasanya memiliki wawasan yang luas, strategi pembelajaran yang lebih matang, dan penguasaan kelas yang lebih baik. Bajah dalam Yara (2009) menyatakan bahwa kesuksesan suatu kelas sangat bergantung pada guru yang mengajar. Dapat dinyatakan bahwa pada tingkatan tertentu karakteristik guru, pengalamannya, dan perilakunya di kelas memberikan kontribusi pada proses pembelajaran yang pada gilirannya akan mempengaruhi hasil belajar siswa. Hipotesis umum yang berkaitan erat dengan hubungan antara pengalaman guru dan prestasi belajar siswa adalah siswa yang diajar oleh guru yang lebih berpengalaman memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi karena gurunya telah menguasai materi dan keahlian mengelola kelas yang beragam. Keefektifan seorang guru adalah keahlian manajerial yang penting untuk meningkatkan pengawasan dan kedisiplinan kelas. Ini menyangkut kemampuan, kompetensi, kecerdikan, dan banyak akal untuk memanfaatkan dengan efisien ketepatan bahasa, metodologi, dan materi instruksional yang tersedia untuk menghasilkan yang terbaik dari siswa dalam hal pencapaian prestasi akademiknya. Seorang guru dikatakan efektif ketika pembelajaran mereka dapat mengarahkan kepada pembelajaran siswa. Tak ada sesuatupun yang diajarkan kecuali sudah dipelajari, dan ini terjadi ketika guru berhasil menyebabkan perubahan perilaku siswa. Oleh karena itu penting bahwa guru harus memandang mengajar sebagai upayanya untuk mentransfer apa yang telah dia pelajara kepada siswa. Penelitian tentang keefektifan guru di kelas menggunakan system penilaian nilai tambah Tenessee (Tennessee Value-Added Assessment System) dan basis data yang mirip di Dallas, Texas, menemukan bahwa perbedaan keefektifan guru adalah faktor yang sangat kuat mempengaruhi perbedaan dalam pembelajaran siswa. Penelitian ini lebih lanjut mengatakan bahwa siswa yang diajar oleh sekelompok guru yang tidak efektif secara signifikan memiliki prestasi yang lebih rendah  dibandingkan siswa yang diajar oleh guru yang efektif.

Penelitian lain dilakukan oleh Akinsola (2007) yang menemukan bahwa siswa yang diajar oleh gurunya menggunakan model pembelajaran simulasi menunjukkan prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Untuk menyajikan materi menggunakan model simulasi, guru memang harus melakukan kerja ekstra mendisain, mengaplikasikan, melakukan pemantapan materi kembali setelah simulasi agar siswa dapat memahami apa tujuan yang disimulasikan tadi.

Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, terdapat banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Berbagai penelitian dilakukan untuk mengungkapkannya secara empiris baik pengaruhnya yang bersifat positif maupun negatif. Tabel 4 menyajikan hasil rangkuman dari berbagai penelitian mengenai faktor apa yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Terlihat bahwa terdapat sekitar empat faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dimana keempat faktor ini dapat diuraikan dengan lebih terperinci menjadi berbagai faktor. Dari sisi eksternal, jenis kelamin, ras, pendapatan, ekspektasi guru dan orang tua, pendidikan orang tua, lingkungan yang kondusif, ukuran sekolah, lamanya waktu yang digunakan untuk menonton televisi, dan kelas yang non inklusif yang menggabungkan antara siswa normal dengan siswa yang berkebutuhan khusus ternyata dapat mempengaruhi terjadi perbedaan prestasi belajar di sekolah. Dari sisi internal terdapat motivasi dan refleksi diri yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Selanjutnya dari sisi sosial berupa kemampuan berinteraksi dengan guru dan rekan sebaya juga ditemukan berpengaruh terhadap prestasi belajar. Terakhir adalah faktor kurikulum yang meliputi kesesuaian materi dengan metode, materi yang diajarkan, pilihan kurikulum siswa, pembelajaran kooperatif, partisipasi dalam kelompok diskusi, dan sumber daya.

        Tabel 4. Rangkuman Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Faktor

Keterangan

Eksternal

Jenis Kelamin

Ras

Pendapatan

Ekspektasi guru dan orang tua

Pendidikan orang tua

Lingkungan yang sehat/aman

Ukuran sekolah

Jam menonton TV

Kelas yang bercampur (non inklusif)

Internal

Motivasi

Refleksi diri

Sosial

Kemampuan berinteraksi dengan guru dan teman

Kurikulum

Kesesuaian materi dengan metode

Materi yang diajarkan

Pilihan kurikulum siswa

Pembelajaran kooperatif

Partisipasi dalam kelompok diskusi

Sumber daya

Sebagaimana faktor-faktor yang telah diungkapkan, penelitian ini juga mencoba mengetahui lebih lanjut faktor yang mempengaruhi prestasi belajar mereka melalui kuesioner terbuka. Kuesioner hanya berisi pertanyaan faktor internal dan eksternal apa yang menurut pendapat mahasiswa mempengaruhi prestasi belajar mereka secara individu. Hal ini dilakukan untuk melengkapi penelitian ini selain menggunakan data sekunder juga menggunakan data primer yang langsung dikumpulkan dari siswa yang bersangkutan. Berdasarkan masukan dari mahasiswa beberapa faktor disinyalir turut mempengaruhi prestasi belajar mereka. Dari sisi internal sebagian mahasiswa menyatakan bahwa mereka tidak memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, tidak mampu menguasai suatu materi dengan baik, tidak sesuainya jurusan mereka di SMA dengan apa yang dipelajari sekarang. Dari sisi eksternal beberapa hal yang diungkapkan adalah pembagian waktu kuliah yang kurang sesuai, kelengkapan kelas yang kurang, suasana ribut, lingkungan yang tidak mendukung untuk meningkatkan prestasi.

E. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari dua variabel independen yang diteliti, hanya satu variabel yang ditemukan memiliki pengaruh langsung terhadap prestasi belajar mahasiswa yaitu asal daerah sementara itu tidak ditemukan pengaruh langsung antara jenis sekolah dengan prestasi belajar mahasiswa. Selain itu ditemukan pula bahwa mahasiswa yang berasal dari SMA di Pekanbaru dan luar Provinsi Riau memiliki prestasi belajar tertinggi, sedangkan untuk asal daerah kabupaten dan kota di luar Kota Pekanbaru dan tetapi masih dalam Provinsi Riau prestasi belajar yang tertinggi adalah mahasiswa yang berasal dari MA. Hal yang sangat berlawanan adalah siswa lulusan SMA di kabupaten/kota di Propinsi Riau memiliki prestasi belajar yang paling rendah dibandingkan dengan SMK dan MA. Padahal umumnya siswa SMA memang dipersiapkan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMK yang dipersiapkan untuk terjun langsung ke dunia kerja.

Berdasarkan temuan diatas disarankan kepada para pendidik, dalam hal ini khususnya dosen agar tidak hanya menyampaikan materi tetapi juga mendorong motivasi siswa untuk meningkatkan prestasinya. Hal ini disebabkan oleh sebagian siswa menyatakan bahwa memang mereka sendiri yang kurang memiliki motivasi untuk belajar. Bagi dinas pendidikan, penelitian ini dapat menjadi masukan agar memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas SMA di kabupaten dan kota di luar Pekanbaru. Kenyataan bahwa siswa dari daerah perkotaan memiliki prestasi belajar yang lebih tinggi mengindikasikan bahwa harus lebih banyak peluang perbaikan dan peningkatan mutu untuk sekolah di daerah pedesaan. Kurangnya perhatian dari dinas terkait dan pihak lain yang berkepentingan dapat mengakibatkan kurangnya minat siswa di daerah pedesaan dan rendahnya prestasi belajar mereka. Untuk penelitan selanjutnya, penambahan variabel lain penting untuk dilakukan mengingat pada kenyataannya begitu banyak variabel yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Tingginya prestasi belajar siswa dapat menjadi acuan untuk penilaian proses pembelajaran di sebuah institusi yang pada akhirnya akan menetapkan citra maupun nilai akreditasi sebuah insititusi pendidikan.

F. DAFTAR RUJUKAN

Akinsola, M.K., 2007. The Effect of Simulation-Games Environment on Students Achievement in and Attitudes to Mathematics in Secondary Schools, The Turkish Online Journal of Educational Technology, July, Vol. 6, Issue 3, 113-119.

Borland, M.V., and Howsen, R.M. 1999. A Note on Student Academic Performance: In Rural Versus Urban Areas, American Journal of Economics and Sociology, July.

Bosire, J., Mondoh, H., dan Barmao, A. 2008. Effect of Streaming by Gender on Student Achievement in Mathematics in Secondary Schools in Kenya , South African Journal of Education, Vol:28, 595-607

Earthman, G.I., 2004. ‘Prioritization of 31 Criteria for School Building Adequacy', American Civil Liberties Union Foundation of Maryland . (Online), (http://www.aclu-md.org, Diakses tanggal 17 Mei 2011)

Ehrenberg, R.G., Brewer, D.J., Gamoran, A., and Willms, J.D. 2001. Class Size and Students Achievement, Psichological Science in the Public Interest, Vol. 2, No. 1, May, 1-30.

Ghozali, I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang .

Hijazi, S.T., and Naqvi, S.M.M.R., 2006. Faktor Affecting Students’ Performance: A Case of Private Colleges, (Online), (http://www.scribd.com/doc/5486916/, diakses tanggal 17 Mei 2011).

Jabar, M., Aziz, M.A., and Zeb, S. 2011. A Study on Effect of Demographic Factors on the Achievement of Secondary School Students in the Punjab, Pakistan, International Journal of Academic Research and Social Sciences, July, Vol. 1 No. 1.

Noble, J.P., Roberts, W.L., and Sawyer, R.L. 2006. Student Achievement, Behavior, Perceptions, and Other Factors Affecting ACT Scores, (Online), (www.act.org, diakses tanggal 16 April 2011)

Syakira, G. 2009. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Mahasiswa, (Online, http://syakira-blog.blogspot.com), diakses tanggal 18 April 2011.

Umo, U.J., 2006. Combined Effects of Game Strategy and Location as Factors of Academic Achievement in Igbo Grammarse, The International Journal of Language, Society, and Culture, Issue 18,

Warta Balitbang, 1 Maret 2010. Pendidikan Karakter Warnai Rembuknasdik 2010.

Yara, P.A., 2009. Relationship Between Teachers’ Attitude and Students’ Academic Achievement in Mathematic in Some Selected Senior Secondary Schools in Southwestern Nigeria, European Journal of Social Sciences, Vol. 11, Number 3.

http://en.wikipedia.org/wiki/Achievement_gap_in_the_United_States

http://andi.stk31.com/lulusan-smk-lebih-mudah-dapat-kerja.html

http://enewsletterdisdik.wordpress.com/2007/10/18/artikel-mengapa-harus-ke-sma/

BIODATA PENULIS

  1. Nama Lengkap dengan Gelar : Julina, SE. M.Si
  2. Jenis Kelamin                          : Perempuan
  3. Alamat Pos Surat                    : Jl. Sukakarya Perumahan Kampung Dallam Lestari

Blok EE No 11 Panam. Pekanbaru - Riau

  1. Nomor HP                               : 085271422728
  2. Alamat Email                          : julina22@ymail.com

GANDRANG BULO SEBAGAI BAHAN AJAR SENI BUDAYA

Oleh

MASNAINI

ABSTRAK

Permasalahan penelitian berdasar dari pembelajaran terpadu cabang seni mata pelajaran Seni Budaya yang belum terlaksana, termasuk pengembangan pembelajaran seni tradisi daerah sebagai muatan kurikulum sekaligus sebagai wadah pewarisan belum diterapkan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Jadi, bahan ajar pembelajaran kreatif dan inovatif perlu disusun untuk memadukan cabang seni musik, tari dan teater. Penulis mengangkat Gandrang Bulo sebagai materi ajar. Seni pertunjukan tersebut dikembangkan sebagai bahan ajar untuk mengintegrasikan pembelajaran Seni Budaya.

Permasalahan penelitian, “Bagaimana karakteristik, model pengembangan, aplikasi, dan kelayakan produk akhir Gandrang Bulo sebagaibahan Ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa? Metode penelitian adalah penelitian dan pengembangan. Landasannya teori pembelajaran dan antropologi.

Hasil temuan antara lain: (1) Karakteristik Gandrang Bulo yang mengintegrasikan unsur musik, tari, dan teater dapat kembangkan sebagai bahan ajar Seni Budaya di SMP; (2) Model Pengembangan Gandrang Bulo sebagai bahan ajar Seni Budaya dengan penyusunan draf buku, kemudian diuji coba setiap draf, direvisi menjadi buku, divalidasi sampai menghasilkan produk akhir bahan ajar; (3) Pengintegrasian cabang seni musik, tari dan teater efektif, karena semua siswa terlibat memainkan peran sesuai dengan bakat dan minatnya  melalui pendekatan pembelajaran kolaborasi dalam mengembangkan siswa yang cerdas, bertanggung jawab, dan partisipatif; (4) Berdasarkan masukan dari validator,  dihasilkan produk Gandrang Bulo sebagai bahan ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa. Usulan kebijakan ditujukan kepada guru, Sekolah,  dan Dinas pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Gowa agar bahan ajar ini diaplikasikan. Bagi Puslitjaknov dan LPTK agar Gandrang Bulo dijadikan sebagai bahan ajar pembanding dengan seni tradisi lain yang ada di Indonesia.

Kata kunci: Gandrang Bulo, bahan ajar dan Seni Budaya.

ABSTRACT

The research problem based of integrated learning  of branch art subjects Culture Art that has not been implemented, including the development of traditional arts learning curriculum areas as well  containers of inheritance has not been applied in the implementation of the learning process. Thus, creative learning and teaching materials need to be prepared to integrate innovative branch of art music, dance and theater. The author raised Gandrang Bulo as teaching materials. Performing arts were developed as teaching materials to integrate the learning of Art and Culture.

Problems of research, "How characteristic, model development, application, and feasibility of the final product as an ingredient Gandrang Bulo Festive Culture in SMP Negeri 4 Sungguminasa? The method of research is the research and development. Fundamentals of learning theory and anthropology.

Findings include: (1) Characteristics of Gandrang Bulo that integrates elements of music, dance, and theater can be developed as teaching arts materials in SMP, (2) Model Development of Gandrang Bulo as teaching materials by preparation of a draft Cultural Art books, and then tested every draft, revised to a book, validated to produce the final product of teaching materials,  (3) integration of the branches of art music, dance and theater effective, because all students are involved play a role according to their talents and interests through collaborative learning approach in developing students who are intelligent, responsible accountable, and participatory; (4) Based on input from the validator, the resulting product as teaching materials Gandrang Bulo Cultural Arts in SMP Negeri 4 Sungguminasa.

Policy proposals aimed at teachers, schools, and the Department of Education, Youth, and Sports Gowa that teaching materials are applied. For Puslitjaknov and LPTK to be used Gandrang Bulo as teaching materials comparison with other traditional arts in Indonesia.

Key words: Gandrang Bulo, teaching materials and Cultural Arts.

BAB I

PENDAHULUAN

A. L atar Belakang Masalah

Prinsip pendidikan seni dan budaya meliputi pengembangan dimensi kepekaan rasa, peningkatan apresiasi, dan pengembangan kreativitas. Struktur kurikulum pada tingkat satuan pendidikan kelompok mata pelajaran estetika, jenjang SMP/MTs mata pelajaran disebut Seni Budaya. Terkait dengan pembelajaran seni budaya, dalam Buku Saku Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Menengah Pertama (2009:12) dituliskan bahwa bidang seni yang dapat diajarkan pada mata pelajaran seni budaya minimal satu bidang seni (seni rupa, seni musik, seni tari, atau seni teater).

Kondisi pembelajaran seni yang memilah-milah cabang seni yang akan diajarkan mempengaruhi psikologi siswa. Siswa sebagai individu yang majemuk  mempunyai bakat dan minat seni yang berbeda sehingga dalam mengikuti pelajaran cabang seni tertentu terjadi kondisi belajar karena keterpaksaan saja. Padahal esensi pembelajaran seni pada pendidikan dasar termasuk Sekolah Menengah Pertama adalah menumbuhkankembangkan minat seni siswa dalam  pendidikan nilai etika dan estetika.

Dalam pendidikan seni budaya, aktivitas berkesenian harus memunculkan kekhasan tersebut yang termuat pada pemberian pengalaman mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi.  Proses belajar diperoleh melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang beragam. Gandrang Bulo sebagai salah satu seni pertunjukan dan merupakan aset budaya di Kabupaten Gowa.

Keunikan Gandrang Bulo sebagai seni tradisi di  Kabupaten Gowa yang menggabungkan unsur tari, musik dan teater. Sebagai salah satu khasanah kebudayaan bangsa,  maka keberadaannya harus diketahui oleh generasi muda. Gandrang Bulo belum pernah disentuh secara spesifik oleh guru di dalam pemberian materi pembelajaran Seni Budaya karena kemungkinan guru tidak paham bahwa Gandrang Bulo sebagai kekayaan budaya layak dijadikan materi pembelajaran terpadu seni budaya. Selain itu, guru belum memahami secara detail cara pertunjukannya kepada siswa.

Pembelajaran terpadu seni pertunjukan pada mata pelajaran Seni Budaya di sekolah belum terlaksana karena pemahaman guru tentang pengintegrasian tampaknya masih kurang artinya baru sampai memahami secara garis besar, belum memahami secara mendalam bahwa integrasi seni pertunjukan merupakan suatu model pembelajaran yang memadukan seni musik, tari dan teater. Oleh karena itu, dipandang perlu dibuat bahan ajar pembelajaran yang kreatif dan inovatif.

B. R umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka fokus penelitian adalah bagaimana: (1) karakteristik Gandrang Bulo yang dapat dikembangkan sebagai bahan ajar Seni Budaya?, (2) model pengembangan Gandrang Bulo sebagai bahan Ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa?, (3) aplikasi pembelajaran Gandrang Bulo sebagai bahan Ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa?, dan (5) kelayakan produk akhir Gandrang Bulo sebagaibahan Ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa?

C. T ujuan Penelitian

1.    Mendeskripsikan karakteristik Gandrang Bulo yang dapat dikembangkan sebagai bahan ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa Kabupaten Gowa;

2.    Mendeskripsikan  model pengembangan draf Gandrang Bulo sebagai bahan Ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa;

3.    Mendeskripsikan aplikasi model pembelajaran Gandrang Bulo sebagai bahan Ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa;

4.    Mendeskripsikan kelayakan produk Gandrang Bulo sebagai bahan Ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. G andrang Bulo di Kabupaten Gowa

Indonesia kaya akan gaya dan bentuk seni pertunjukan. Keberagaman tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain jumlah penduduk yang besar,  etnik, agama, dan pengaruh dari budaya luar. Soedarsono (2002:8-117) menggambarkan perkembangan seni pertunjukan Indonesia terdiri dari tujuh masa yaitu: 1) masa pra sejarah, 2) masa pengaru Hindu, 3) masa pengaruh Islam, 4) masa pengaruh Cina, 5) masa pengaruh barat, 6) masa kemerdekaan, 7) masa orde baru dan globalisasi.

Pada masa kekuasaan Jepang, rakyat diperas dan dipaksa bekerja. Jepang menggerakkan pekerja paksa yaitu Romusha. Mereka dipaksa bekerja di tengah hutan, di tebing, pantai, sungai untuk membuat lapangan terbang dan kubu-kubu pertahanan. (Abdul Irsan, 2009). Gandrang Bulo kesenian rakyat Sulawesi Selatan merupakan seni pertunjukan yang berkembang pada masa kolonialisme sebagai media propaganda kepada masyarakat untuk melawan penjajah. Gandrang Bulo salah satu aset yang mempunyai makna simbolik, fungsi dan sebagai  identitas kultural (kebudayaan) bagi masyarakat Gowa.

Soedarsono (2003) menguraikan bahwa James R. Brandon dalam bukunya berjudul Theatre in Southeas Asia menjelaskan, bahwa pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, ketika negara-negara Eropa dan Amerika Serikat masih menguasai sebagian besar dari negara-negara di Asia Tenggara, para tokoh nasionalis kerap kali menggunakan seni pertunjukan sebagai media untuk membangkitkan semangat rakyat melawan penjajah. Mereka menginginkan sekali adanya dekolonisasi pada negaranya. Genre-genre seni pertunjukan yang banyak dimanfaatkan sebagai media propaganda.

B. Model Pembelajaran Seni Budaya

Bruce Joyce dan Marsha Weil (1986:2) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat kita gunakan untuk merancang pembelajaran tatap muka di dalam kelas atau dalam latar tutorial dan dalam membentuk material-material pembelajaran termasuk buku-buku, film-film, pita kaset, dan program media computer, dan kurikulum..

Skenario model pembelajaran berupa serangkaian langkah-langkah yang khusus dalam pembelajaran yang akan diperankan secara konkrit oleh siswa dan guru dengan mengkondisikan lingkungan sekitar dan masyarakat serta tradisi lokal sebagai sebagai bahan ajar. Globalisasi menuntut Pendidikan Seni mengembangkan kompetensi yang meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan watak atau karakter (disposition) yang multidimensional. BSNP (2007:1) menjelaskan bahwa pendidikan seni memiliki multilingual, multidimensional, dan multikultural.

C. Bahan Ajar Seni Budaya

Bahan ajar merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran. Depdiknas (2007) menjelaskan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.

Mengembangkan sensitivitas persepsi indriawi siswa melalui berbagai pengalaman kreatif berkesenian dengan menggunakan tradisi lokal sebagai bahan ajar pembelajaran seni akan menumbuhkembangkan kemampuan apresiasi seni siswa dalam konteks sejarah dan budaya sebagai sarana pembentukan sikap saling toleran dan demokratis dalam masyarakat yang pluralistik (majemuk). Menurut Direktorat Jenderal Managemen Pendidikan Dasar dan Menengah (2006) bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan.

Penyusunan bahan ajar perlu disesuaikan dengan tuntutan kurikulum dengan mempertimbangkan karakteristik dan lingkungan sosial peserta didik. Depdiknas (2007) menguraikan bentuk bahan cetak seperti: hand out, buku, modul, lembar kerja siswa, brosur, leaflet,wallchart, Audio Visual seperti:video/film,VCD, Audio seperti:radio, kaset, CD audio, Visual:foto, gambar, model/maket, Multi Media:CD interaktif, computer Based, Internet.

Seni Pertunjukan, diartikan sebagai kompak berkesenian siswa yang disajikan dalam bentuk pementasan. Bentuk tarian, nyanyian, dan dialog merupakan bagian utuh dari suatu pentas pertunjukan. Mengintegrasikan seni pertunjukan diperlukan untuk mengimbangi 2 jam pelajaran pembelajaran seni di sekolah sehingga memungkinkan siswa dapat memahami dan menentukan seni apa yang akan dikembangkan sesuai dengan bakat dan minatnya.

Menurut Koentjaraningrat (1990), setiap kebudayaan suku bangsa terdapat tujuh unsur kebudayaan yang disebut cultural universal, yaitu meliputi: (1) bahasa, (2) sistem pengetahuan, (3) organisasi sosial, (4) sistem peralatan hidup dan teknologi, (5) sistem mata pencaharian hidup, (6) sistem religi, dan (7) kesenian. Soedarsono (2002) mengemukakan bahwa secara garis besar pertunjukan memiliki tiga fungsi, yaitu (1) sebagai sarana ritual; (2) sebagai ungkapan pribadi yang pada umumnya berupa hiburan pribadi; dan (3) sebagai presentasi estetis. Berdasarkan kategori tersebut Gandrang Bulo pada masa kolonialisme berfungsi sebagai ungkapan pribadi berupa kegiatan menghibur diri karena penikmatnya adalah pelakunya sendiri.

Klasifikasi materi terdiri dari materi seni musik, tari dan teater. Masing cabang seni mempunyai peran dalam membentuk sikap dan mental siswa. Soetedja (2007:953-954) menguraikan bahwa seni musik difokuskan pada karya musik yang dikembangkan siswa dengan mengembangkan kemampuan untuk berfikir dan mengekspresikan diri mereka di dalam bunyi, memfokuskan pada kemampuan siswa menggunakan tarian sebagai suatu nilai estetika, memahami struktur gestur dan gerak untuk menangkap dan menyampaiakn gagasan, pencitraan dan perasaan dan seni drama memfokuskan pada pemahaman ekspresi dan komunikasi siswa tentang isu-isu kemanusiaan dan pengalaman melalui rekonstruksi kenyataan dan kemampuan membayangkan berbagai peristiwa.

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Kualitatif dan Metode Research and Development (R&D)

Pendekatan  yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Kelebihan dari pendekatan kualitatif menurut Alwasilah (2008:192) adanya fleksibilitas yang tinggi bagi peneliti ketika menentukan langkah-langkah penelitian. Metode yang akan digunakan adalah penelitian dan pengembangan (Research and Development). Metode R&D digunakan karena yang akan diteliti adalah produk dari pengembangan Gandrang Bulo sebagai bahan ajar Seni Budaya. Untuk menghasilkan bahan ajar tersebut digunakan penelitian yang bersifat analisis kelayakan dan untuk menguji keefektifannya dalam proses pembelajaran. Sugiyono (2009:407) mengemukakan bahwa metode penelitian dan pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu, dan menguji keefektifan produk tersebut.

Studi pendahuluan berupaya memahami adanya masalah dan potensi terkait tema penelitian. Setelah potensi dan masalah dipaparkan, selanjutnya pengumpulan data untuk mengumpulkan informasi sebagai bahan yang dapat digunakan untuk merancang atau mendesain produk yang dapat mengatasi permasalahan yang dimaksud. Setelah desain produk dikembangkan dilanjutkan dengan validasi desain dengan meminta tanggapan dan masukan dari pihak yang berkompeten. Berdasarkan masukan validator, desain direvisi dilanjutkan dengan uji coba produk di lapangan. Dengan mempertimbangkan hasil uji coba lapangan dan analisis pengamatan, produk direvisi kemudian dibuat produk akhir.

Potensi dan Masalah

Pengumpulan Data

Produk akhir

Bagan 3. 1: Desain Penelitian R&D

Desain Produk

Validasi Desain

Revisi

Desain

Ujicoba Produk

Revisi Produk

2. Tahapan Penelitian

a.    Melakukan kajian pendahuluan untuk mengenal masalah

b.    Melakukan pengumpulan data

1)   Teknik pengumpulan data

a)    Observasi,

b)   Wawancara,

c)    Studi dokumentasi, dan

d)   Perekaman

2)   Instrumen pengumpulan data

a)    Pedoman observasi untuk mengamati  sejumlah alat-alat musik yang tersedia di sekolah dan sarana pendukung lainnya, dengan model daftar cocok (chek list),

b)   Pedoman wawancara kepada guru Seni Budaya dan seniman tentang Gandrang Bulo, dengan model pertanyaan berstruktur, dan

c)    Pedoman analisis untuk mengkaji bentuk pertunjukan Gandrang Bulo melalui model daftar karakteristik pertunjukan/klasifikasi Gandrang Bulo dan uraian hasil analisis.

c.    Melakukan analisis data

1)   Menulis memo,

2)   Koding,

3)   Kategorisasi,

4)   Kontekstualisasi,

5)   Pajangan Visual, dan

6)   Pengambilan kesimpulan

d.   Membuat desain produk

e.    Validasi desain

f.     Revisi desain

g.    Uji coba produk

h.    Revisi produk

i.      Pembuatan produk

 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. K arakteristik G andrang B ulo yang D apat D ikembangkan sebagai B ahan A jar S eni B udaya

1. Konsep Kesenian Gandrang Bulo

Gandrang Bulo, kesenian rakyat yang menggabungkan unsur musik, tarian dan dialog kritis yang kocak. Perkembangannya terdiri dari dua fase. Fase pertama adalah Gandrang Bulo klasik sedangkan fase kedua pada tahun 1942 saat penjajahan Jepang disebut Gandrang Bulo 1942. Fase pertama sekedar tarian yang diiringi oleh gendang. Seiring dengan perjalanan waktu tarian ini mengalami perubahan yakni ada tambahan iringan begitu pula lagu-lagu jenaka, dialog-dialog humor namun sarat kritik dan ditambah gerak tubuh yang mengundang tawa.

Perkembangan fungsi Gandrang Bulo telah mengalami pergeseran sesuai dengan jaman dan masyarakat pendukungnya. Gandrang Bulo klasik pada masa Kerajaan Gowa berfungsi sebagai seni hiburan bagi masyarakat khususnya pengembala kerbau untuk bermain bersama teman-temannya  mengisi waktu di sela-sela kegiatan menjaga ternak. Gandrang Bulo Sebagai media penyadaran rakyat akan buruknya penjajahan berfungsi sebagai: Alat propaganda seniman melawan penjajah dan sarana hiburan bagi pribumi saat tiba waktu istirahat dari kerja paksa, biasanya dimainkan oleh para pekerja.

2. Karakteristik Gandrang Bulo yang Dapat Dikembangkan Sebagai Bahan Ajar S eni B udaya

Karateristik Gandrang Bulo yang dapat dijadikan bahan ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa antara lain: musik, pola lantai tari, ragam gerak, dan bentuk teaternya. Musik berupapenggunaan alat musik dan lagu daerah. Gandrang Bulo berupa tarian bambu yang dipadukan dengan alat musik bambu, gendang dan biola. Huda (2007) menjelaskan bahwa bentuk awal kesenian ini, sudah ada sejak jaman raja-raja Gowa, hanyalah tarian bambu hasil kombinasi alat musik bambu, gendang dan biola. Gandrang Bulo ini lazim disebut dengan Gandrang Bulo Ilolo gading, yang dinisbatkan pada salah satu perlengkapan musiknya yang terbuat dari bambu lolo gading (sejenis bambu tertentu).

Instrumen musik antara lain: Katto-katto , Gandrang caddi , dan Kecapi. Tempo musiknya cepat mengalun riang disertai lirik lagu khas Makassar mengiringi gerak tangan dan kaki pemain yang cepat dan rancak. Lagu-lagu terdiri dari lagu dolanan dalam syair bahasa Makassar. Nyanyian dipilih sesuai dengan tema pertunjukan, seperti Ma’ Rencong, Cincing Banca, Passikolaya, Gandrang Bulo, Toegi Bambu, Cincing Mandippo dan lain-lain. Pola tabuhan inti disebut Tunrung Gandrang Buloi.

Pola inti tari terdiri dari: a. Ragam gerak utama; Gerak Si kali-kali, gerak Tabe, gerak Berlutut, Ma ‘ Rencong-rencong, gerak Kondo-kondo. b. Pola lantai utama; Komposisi Tabe (penghormatan), Komposisi Tassimbung (berpencar), Komposisi Kondo-kondo (gerak lucu), Komposisi Ma’ Rencong-rencong (Bulan Sabit). Pola lantai Gandrang Bulo terdiri dari: a. Komposisi Tabe, b. Komposisi Tassimbung (berpencar), c.  Komposisi Kondo-kondo (gerak Lucu).

Gandrang Bulo termasuk kategori Teater komedi, para pemain tampil di panggung sambil melontarkan dialog segar nan kocak sesuai dengan tema pertunjukan. Kisah-kisah humor mereka bawakan, diselingi dengan celetukan kritis dan gerak tubuh yang lucu. Penontonpun merupakan bagian dari pertunjukan karena interaktif dengan pemain. Adegan yang berlangsung dapat langsung dikomentari. Permainan rakyat, menjadi pelengkap pertunjukan Gandrang Bulo. Komunikasi menggunakan bahasa daerah Makassar, namun kadang-kadang diselingi oleh bahasa Indonesia.

Namun, untuk kepentingan pembelajaran di sekolah karakteristik bentuk pertunjukan Gandrang Bulo dipilih dan dikembangkan sesuai dengan kompetensi dasar yang diharapkan, perkembangan siswa terutama yang mengandung nilai-nilai moral atau pendidikan karakter.

3. Aspek Pedagogik

Pendidikan seni budaya diajarkan di sekolah karena keunikan, kebermaknaan dan kebermanfaatan terhadap kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberian pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan  berekspresi/berkreasi dan berapresiasi. Secara garis besar,  pelajaran  seni  budaya  dalam  KTSP  mencakup  dua  aspek  yaitu  kreasi dan apresiasi.

Untuk mewujudkan hal tersebut perlu didukung oleh beberapa faktor, antara lain: (1) Siswa, komponen siswa terdiri dari motivasi, bakat, minat, intelegensi, sikap perasaan dan keadaan psikis serta fisik; (2) Penggunaan kurikulum; (3) Media  dan alat peraga pembelajaran,; (4) Sarana dan prasarana dan tak kalah pentingnya adalah guru.

Berdasarkan karakteristik Gandrang Bulo sebagai salah satu seni tradisi yang menggabungkan unsur musik, tari dan teater sangat berpotensi dikembangkan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran terpadu seni budaya.  Bahan ajar tersebut diterapkan dengan menggunakan Pendekatan Kontekstual. Menurut Nurhadi (2004) pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Masa usia sekolah pendidikan dasar dan menengah merupakan masa remaja yang banyak menarik perhatian, dimana peserta didik memiliki sifat-sifat khas yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan kurikulum. Ruhimat (2009:28) menjelaskan bahwa pemahaman tentang perkembangan peserta didik sebagaimana yang diuraikan berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum, antara lain: 1) Setiap peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya; 2) Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak di  sekolah, juga disediakan pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak; 3) Lembaga pendidikan hendaknya menyediakan bahan ajar baik yang bersifat kejuruan maupun akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya; 4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung aspek pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan pribadi yang utuh lahir dan batin.

Berdasarkan pemahaman tersebut, maka peneliti memilih model pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan siswa SMP kelas VII dan memberikan pengalaman nyata dalam berkarya seni. Pendekatan kontekstual yang diterapkan adalah: 1) Model pembelajaran terpadu (integratif Learning),dan 2) Model pembelajaran kolaborasi (Colaboratif Learning).

B. M odel P engembangan Gandrang Bulo sebagai Bahan Ajar Seni Budaya

Bahan ajar Gandrang Bulo berupa draf buku dirancang untuk pembelajaran mata pelajaran Seni Budaya kelas VII. Depdiknas dalam sosialisasi KTSP (2007) menjelaskan bahwa bahan ajar merupakan bahan atau materi pembelajaran yang disusun secara sistematis yang digunakan guru dan siswa dalam Kegiatan Belajar Mengajar, sedangkan buku teks merupakan sumber informasi yang disusun dengan struktur dan urutan berdasar bidang ilmu tertentu.

Draf disusun dan dikemas disesuaikan dengan pedoman kegrafikaan penulisan buku teks dalam bentuk penyajian yang sederhana namun menarik melalui bahasa yang mudah dimengerti, jenis huruf, warna, illustrasi foto dan contoh pertunjukan berupa audio-visual. Demikian pula penyusunan bahan ajar disesuaikan dengan prinsip pengembangan bahan ajar. Depdiknas (2007) menjelaskan prinsip pengembangan bahan ajar antara lain: 1) Mulai dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami yang abstrak; 2) Pengulangan akan memperkuat pemahaman; 3) Umpan balik positif akan memberikan penguatan terhadap pemahaman peserta didik; 4) Motivasi belajar yang tinggi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan belajar; 5) Mencapai tujuan ibarat naik tangga, setahap demi setahap, akhirnya akan mencapai ketinggian tertentu; 6) Mengetahui hasil yang telah dicapai akan mendorong peserta didik untuk terus mencapai tujuan

Proses pembentukan bahan ajar ini diawali dengan studi pendahuluan melalui komunikasi yang tidak langsung dengan guru di SMP Negeri 4 Sungguminasa serta melibatkan dua orang alumni yang bergelut sebagai seniman Gandrang Bulo sebagai narasumber. Dari interaksi aktif dengan mereka sehingga bahan ajar dapat didesain. Model pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual. Konsep belajar ini fokus pada aktivitas siswa belajar secara bersama dalam kegiatan bermain musik, tari dan teater sebagai pemain dalam pembelajaran Gandrang Bulo. Pembelajaran kolaboratif berlangsung dan dikemas dengan kegiatan siswa berkolaborasi dengan siswa dan siswa dengan tamu model (alumni), serta kerjasama alumni, guru, dan peneliti.

Model pengembangan Gandrang Bulo seperti berikut:

1.      Menyusun alur analisis penyusunan bahan ajar yang terdiri dari: Standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang relevan, tujuan pembelajaran, petunjuk mempelajari, materi terpilih, latihan dan pementasan sebagai evaluasi bahan ajar;

2.      Membuat draf buku Gandrang Bulo sebagai bahan ajar berdasarkan alur penyusunan yang telah ditetapkan. Draf terdiri dari tiga bab yakni: a) Gandrang  Bulo di Kabupaten Gowa, bab ini mendeskripsikan konteks pertunjukan seni di Kabupaten Gowa, pengertian, fungsi, perkembangan, bentuk, karakteristik, busana, panggung Gandrang Bulo; b) Mengenal Gandrang Bulo, bab yang menjelaskan tentang pertunjukan Gandrang Bulo, mengenal permainan rakyat, musik Gandrang Bulo, tari Gandrang Bulo, dan teater Gandrang Bulo; dan c). Ayo bermain Gandrang Bulo,  terdiri dari tahapan berlatih, penyajian, dan pementasan Gandrang Bulo;

3.      Penyajian draf per draf dalam pembelajaran yaitu aplikasi bahan ajar terdiri dari tiga tahap yakni: a) Tahap pertama, disajikan draf satu pada pertemuan pertama; b) Tahap dua, disajikan draf kedua sebanyak tiga kali pertemuan; dan c) Tahap tiga, penyajian draf ketiga sebanyak dua kali pertemuan;

4.      Merevisi buku, yaitu berdasarkan analisis pengamatan uji coba dan evaluasi pembelajaran, maka draf awal buku yang menyajikan konsep terlebih dulu sebelum praktek bermain direvisi menjadi siswa bermain sebelum belajar konsep Gandrang Bulo. Hasil revisi terdiri dari empat, terdiri dari: a) Ayo bermain Gandrang Bulo, berisi kegiatan antara lain: ayo belajar ekspresi gerak, kondo-kondo, ayo belajar instrumen Katto-katto, latihan pola lantai;  b) Ayo berekspresi Gandrang Bulo, kegiatan berlatih yang terdiri dari: latihan gerak dasar tari, memilih permainan rakyat., penyajian terdiri dari: eksplorasi pola lantai, latihan pertunjukan Gandrang Bulo; c) Ayo pentas Gandrang Bulo, pementasan  meliputi: pengorganisasian pementasan, persiapan pementasan, pelaksanaan pementasan, dan evaluasi pementasan;

5.      Validasi, penilaian atau tanggapan dari ahli, guru dan siswa terhadap bahan ajar yang telah disusun;

6.      Produk, berupa buku Gandrang Bulo sebagai bahan ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa

C. A plikasi P embelajaran Gandrang Bulo sebagai Bahan Ajar Seni Budaya

Aplikasi  pembelajaran G andrang B ulo sebagai bahan ajar Seni Budaya,  peran  siswa  adalah  sebagai  subyek belajar  yang  memperoleh  pengalaman,  meniru  model  dan  sebagai  tutor  bagi temannya yang lain. Sementara guru berperan sebagai model, memberi balikan, memotivasi, menciptakan kondisi agar belajar berlangsung secara optimal.

D. K elayakan P roduk G andrang B ulo sebagai B ahan A jar S eni B udaya

1. Komentar Guru dan Siswa Setelah Uji Coba

Peneliti melakukan wawancara kepada beberapa siswa setelah kegiatan pementasan pementasan. Siswa berlomba-lomba mengacungkan jari ketika diminta wawancara. Komentar lugu yang dilontarkan dengan bersemangat oleh beberapa siswa menunjukkan antusias siswa terhadap pembelajaran Gandrang Bulo. Perpaduan cabang seni musik, tari dan teater melalui pembelajaran yang terintegrasi dan dikembangkan secara interaktif serta rekreatif memberikan pengalaman berharga bagi siswa.

Tanggapan berikutnya oleh salah seorang guru Seni Budaya dan wakil kepala sekolah. Respons positif pihak sekolah terhadap kegiatan siswa selama penelitian berlangsung cukup positif. Kepedulian mereka memberikan masukan dan kemudahan serta memfasilitasi baik saat pengumpulan data, pelaksanaan uji coba sampai kegiatan pementasan selesai merupakan dukungan yang sangat berharga dalam kelancaran uji lapangan. Kerjasama peneliti dengan guru mitra dan tamu model dalam mengaplikasikan Gandrang Bulo sebagai bahan ajar Seni Budaya memberikan dinamika pembelajaran yang menyenangkan. Siswa terlihat lebih aktif, riang, dan kooperatif.

Guru mitra merasa memperoleh banyak manfaat dari penelitian ini. Komentarnya bahwa selama ini pembelajaran monoton dan konvensional, namun dengan kegiatan ini ada peningkatan dari segi keterlibatan serta partisipasi aktif siswa. Motivasi belajar siswa meningkat terlihat dari partisipasi siswa dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan melakukan penilaian terhadap pembelajaran.

2. Kelayakan Produk Gandrang Bulo Sebagai Bahan Ajar Seni Budaya

Berdasarkan masukan dari ahli, guru dan siswa tersebut, maka setting latar belakang yang mengganggu atau tidak sesuai baik pada illustrasi, font size diubah maupun isi buku diperbaiki sesuai pedoman revisi penilaian buku, sedangkan masukan siswa tentang penggunaan warna yang berlebihan di dalam isi bahan ajar direvisi kembali dan disederhanakan. Adapun tanggapan dan masukan siswa tentang permainan rakyat yang ditampilkan seharusnya menggunakan foto asli. Permainan yang dilakukan oleh manusia berupa foto bukan berupa gambar atau lukisan tidak dapat diakomodasi karena foto permainan rakyat belum ada sumbernya. Sasaran utama dari penelitian ini Gandrang Bulo sebagai bahan ajar, adapun materi permainan hanya penambahan wawasan siswa dalam mengembangkan permainan dalam pertunjukan. Setelah melewati semua tahap penelitian, maka produk akhir Gandrang Bulo sebagai bahan ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa telah dihasilkan.

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.  K esimpulan

Karakteristik Gandrang Bulo yang mengintegrasikan unsur musik, tari, dan teater dapat kembangkan sebagai bahan ajar Seni Budaya di SMP. Nilai pendidikan seni yang ditawarkan tidak hanya dapat berlaku di masyarakat tetapi sebagai layanan pendidikan dasar yang berkualitas pada pendidikan formal.

Model Pengembangan Gandrang Bulo sebagai bahan ajar Seni Budaya disusun mulai dari produk awal, draf buku, kemudian diuji coba per draf, direvisi menjadi buku, dan divalidasi lagi sampai menghasilkan produk akhir bahan ajar Gandrang Bulo. Namun, bagi siswa yang baru mengenal Gandrang Bulo terlebih dahulu perlu dilakukan sosialisasi. Pengintegrasian cabang seni musik, tari dan teater dianggap efektif, karena memungkinkan semua siswa dapat terlibat memainkan peran sesuai dengan bakat dan minatnya. Dalam proses pembelajaran tidak ada lagi diskriminasi bagi siswa yang tidak mampu mengikuti cabang seni tertentu. Pembelajaran terintegrasi  memandang bahwa proses belajar benar-benar berlangsung hanya jika siswa dapat menemukan hubungan yang bermakna antara pemikiran yang abstrak dengan penerapan praktis dalam konteks dunia nyata.

Pendekatan pembelajaran kolaborasi merupakan wadah pembelajaran dalam mengembangkan siswa yang cerdas, bertanggung jawab, dan partisipatif. Melalui kegiatan tersebut siswa diasah kemampuan sosial dan kemandiriannya sebagai makhluk sosial. Menghargai perbedaan, bekerja sama, dan memiliki komitmen untuk mencapai tujuan bersama. Mengembangkan kemampuan sebagai siswa yang mandiri, percaya akan kemampuan diri, dan memiliki kebebasan untuk berkreasi dan berkarya. Dalam  konsep kerjasama siswa bukan hanya belajar dan menerima apa yang disajikan oleh guru dalam pembelajaran, melainkan bisa juga belajar dari siswa lainnya, sekaligus mempunyai kesempatan untuk membelajarkan siswa yang lain. Proses integrasi pembelajaran  mampu  merangsang dan menggugah potensi siswa secara optimal dalam suasana belajar pada kelompok-kelompok kecil, kerjasama antar kelompok dan bekerja sama secara klasikal.

Berdasarkan masukan dari beberapa validator, maka dihasilkan produk Gandrang Bulo sebagai bahan ajar Seni Budaya di SMP Negeri 4 Sungguminasa (lihat lampiran produk). Seni tradisi ini relevan dan dapat difungsikan sebagai bahan ajar yang menyenangkan di sekolah sekaligus sebagai wadah pelestarian, diolah sesuai dengan jamannya dan dijadikan aset serta identitas daerah.

B. R ekomendasi

Dinas pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Gowa, penentu kebijakan pendidikan di daerah Gowa agar memikirkan pengembangan dan pelestarian seni tradisi daerah setempat sebagai potensi lokal. Pelestarian dan pewarisan nilai budaya lokal melalui inovasi pembelajaran seni tradisi daerah setempat di sekolah, maka hendaknya dibarengi dengan ketersediaan perangkat kurikulum yang tepat, peningkatan kelengkapan fasilitas pembelajaran, pendidikan dan pelatihan guru. Bagi peneliti, hendaknya Gandrang Bulo dan seni tradisi lainnya sebagai aset daerah dikembangkan melalui penelitian dalam upaya pengembangan dan pelestarian seni tradisi tersebut.

Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan sebagai pengelola dan pencetak guru Seni Budaya di perguruan tinggi hendaknya mengoptimalkan lulusannya sebagai pendidik sekaligus pemikir kebudayaan. Mengembangkan kegiatan penelitian dan pengembangan berbagai inovasi model pembelajaran Seni Budaya dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Di samping itu, melibatkan sekolah dan guru dalam kegiatan penelitian tindakan kelas (classroom action research), dan bagi Program Studi Pendidikan Seni Universitas Pendidikan Indonesia, dapat dijadikan sebagai bahan ajar pembanding dengan seni tradisi lain yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah,  A. C. (2009). Pokoknya Kualitatif. Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Amir, R. (2006). Musik Tradisional Pakacaping Etnis Makassar di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan Eksistensi dan Perkembangannya. [online]. Tersedia:http://74.125.153.132/search?q=cache%3AXa2RMwGRUhAJ% Aeprints.ums.ac.id%2F697%2F1%2F2.AMIR_R.pdf +SEJARAH+MUSIK+TRADISONAL+gowa&hl=id&gl=id. (4 Maret 2010)

Depdiknas 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas Dirjen Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.

Depdiknas 2009. Buku Saku Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama.

Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Pengembangan Bahan Ajar dan Media. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Diknas. (….). Standar  Kompetensi  Nasional  Bidang  Keahlian  Tari  Sulawesi. [Online]. Tersedia: http://media.diknas.go.id/media/ document/2957.pdf. (16 April 2010).

Huda, M. N. (2007). Gandrang Bulo Kritik Kocak Seniman Rakyat.  [Online]. Tersedia: http://nurulhuda.wordpress.com/2007/07/06/ gandrang-bulo-kritik-kocak-seniman-rakyat/ Gandrang Bulo, Kritik Kocak Seniman Rakyat. (18 Maret 2010)

Huda, M. N. (2007). Gandrang Bulo 1942.  [Online]. Tersedia: http://nurulhuda.wordpress.com/2007/07/06/gandrang-bulo-1942/.  (18 Maret 2010)

Hanafiah. N, dan Suhana. C. (2009). Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung. Refika Aditama.

Irsan, A. (2009). Perjuangan Bangsa Indonesia Melawan Penjajah. [Online]. Tersedia:http://webcache.googleusercontent.com/search? q=cache:2NVI2EHRN7oJ:araydia.weebly.com/uploads/2/8/3/1/2831542/perjuangan_bangsa_indonesia_melawan_penjajah.rtf+PERJUANGAN_BANGSA_INDONESIA_MELAWAN_PENJAJAH&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id. (20 Mei 2010)

Joice. B., weil. M., Calhoun. E. (2009). Models of Teaching Model-model Pengajaran. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

John, P, A, S. (2006). Psychology of Music. Finding and making meaning: young children as musical collaborators. [Online]. Tersedia: http://www.sagepublications.com. (29 september 2010).

Johnson, D. W., Johnson, R. T., Holubec, E. J. (2010). Colaborative Learning Strategi Pembelajaran untuk Sukses Bersama. Bandung. Nusamedia.

Limpo, S. Y., Culla, A. S., & Tika, Z. (1995). Profil Sejarah Budaya dan Pariwisata Gowa. Gowa. Pemda Tingkat II Gowa Kerjasama Yayasan Eksponen 1966 Gowa.

Nurhadi, Yasin. B, dan Gerrand. A.S. (2004). Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Universitas Negeri Malang.

Ruhimat. T, dan Alinawati. (2009). Prinsip-Prinsip Pembelajaran. Kurikulum & Pembelajaran. Bandung. Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Sanjaya. W. (2006). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Kencana. Jakarta.

Sukarya. Z. S (2007). Pendidikan Seni. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung. Pedagogiana Press.

Sachari, A. (2002). Estetika Makna, Simbol dan Daya. Bandung. ITB.

Soedarsono, R. M. (2003). Seni Pertunjukan dari Perspektif Politik, Sosial, dan Ekonomi. Jogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Soeharjo, A. J. (2005). Pendidikan Seni dari Konsep sampai Program.  Malang. Balai Kajian dan Desain Jurusan Pendidikan Seni dan Desain Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.

Sutton, R. A. (1995). Perfoming Arts and Ccultural Politics in South Sulawesi. [Online]. Tersedia:http://www.kitlv-journals.nl/index. php/btlv/article/ view/1736/2497. (15 April 2010)

Tika, Z., Syam, M. R., & Rosdiana, Z. (2006). Profil Raja-Raja Gowa. Gowa. Perusahaan Daerah “Karya” Gowa.

Tim Peneliti Balitbang Diknas. (2008). Pengembangan Model Pembelajaran Ekspresi Estetika Inovatif Untuk Pendidikan Dasar. Makalah.  Jakarta. Departemen  Pendidikan Nasional Balitbang Puslitjaknov.

BIODATA PENULIS

NAMA                                               :  MASNAINI. S.Pd.

(lengkap dengan Gelar*)

JENIS KELAMIN                             : L/P **)

JUDUL MAKALAH                         :  GANDRANG BULO SEBAGAI

BAHAN AJAR SENI BUDAYA

INSTANSI                                         :  UPI

JABATAN                                          :  MAHASISWA PASCASARJANA

ALAMAT PERSURATAN               : JL GEGERKALONG GIRANG NO 118 A

e-mail                                                  :  masnainibudiman@gmail.com

No. Telp./Fax.                                     :

HP                                                       :   082115444544

PENGEMBANGAN MODEL PENANGANAN TINDAKAN BULLYING PADA SISWA SMA/SMK DI KOTA YOGYAKARTA

S. Hafsah Budi A

Fakultas Psikologi

Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa

Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan menghasilkan suatu model penanganan tindakan bullying pada siswa SMA/SMK di kota Yogyakarta. Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat (1) mendeskripsikan tindakan bullying siswa, (2) mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi di lapangan,  (3) mendeskripsikan persepsi guru, siswa, dan orang tua siswa terhadap pelaksanaan penanganan tindakan bullying .

Penelitian dilakukan di 6 SMA/SMK di kota Yogyakarta secara keseluruhan berjumlah 353 siswa. Staf sekolah 115 dan orang tua siswa 47. Data didapatkan dengan menggunakan dokumentasi, skala, wawancara mendalam, dan observasi. Skala  untuk menjaring korban dan pelaku bullying, persepsi guru, dan orang tua murid terhadap tindak bullying di sekolah. Teknik observasi untuk melihat proses belajar mengajar. Teknik wawancara untuk menggali lebih dalam terkait tindak bullying.

Penelitian ini menemukan bahwa 63,45% siswa pernah mendapatkan bullying, pelaku bullying 71,68% dari teman sekolah. Penyebab perlakuan bullying 29,20% anak yang kurang percaya diri. Dampak perlakuan bullying konsentrasi berkurang 41,46%. Reaksi korban 49.56% membalas perlakuan pelaku.  Pelaku bully melakukan dengan cara mengancam 70%. Persepsi orang tua terhadap tindakan bullying 59% anak aman di sekolah, anak ada masalah 44%, anak tidak melaporkan masalah bullying 48%. Staf sekolah peduli terhadap tindakan bullying siswa 58%, 32% melaporkan tindakan bullying, 50% mengawasi pelaku bullying, mendukung ada konsekuensi pada pelaku19% dan pelatihan pada pelaku bullying 11%.

Kesimpulan dari penelitian ini, bagi korban bullying perlu diberikan pelatihan kepercayaan diri, membina persahabatan, pelatihan asertivitas. Pelaku Bullying perlu diberikan; pelatihan keterampilan sosial: menerima perbedaan, menunjukkan rasa empati. Bagi Guru diberikan; pelatihan manajemen kelas dan pelatihan pendidikan pendisiplinan siswa. Bagi Orang tua diberikan; parent management training

Kata kunci: model, bullying, SMA/SMK

DEVELOPMENT OF TREATMENT METHOD FOR BULLYING ON SENIOR HIGH SCHOOL/VOCATIONAL SCHOOL'S STUDENTS IN YOGYAKARTA

S. HAFSAH BUDI A

Faculty of Psychology

University of Sarjanawiyata Tamansiswa

Yogyakarta

This research aimed to produce a treatment method for bullying in high school / vocational school in the city of Yogyakarta. In particular, research is expected to (1) describe the bullying of students, (2) identify problems that occur in the field, (3) describe the perceptions of teachers, students, and parents on the implementation of the handling of bullying.

The study was conducted at six senior high school/vocational schools in the city of Yogyakarta as a whole amounted to 353 students. 115 school staff and 47 parents of students. Data obtained using the documentation, the scale, in-depth interviews, and observation technique. The scale is designed to capture the victims and perpetrators of bullying, the perception of teachers, learners, and parents to acts of bullying in schools. Observation techniques to look at the conduct of teaching and learning process. Interview techniques to dig deeper related with handling of bullying matter.

This study found that 63.45% students has been bullied before, the perpetrators of bullying 71.68% of them are school’s friends. Causes of bullying treatment 29.20% of children who lack confidence. The impact of bullying treatment reduced their concentration up to 41.46%. 49.56% of the victim reaction are avenged to the offender. Bully perpetrator in bullying behavior by threatening 70%, perceptions of parents of bullying 59% of children safe at school, there is a problem 44% of children, the child does not communicate the issues of bullying 48%. School staff care about the bullying of students 58%, 32% reported bullying. 50% of staff will supervise the perpetrator of bullying and parenting support on the perpetrators of 37%, supporting the schools when giving consequences to the perpetrators of 19% and the proposed training at the perpetrators of bullying 11%.

The conclusions of this study, for victims of bullying need to be trained in self-confidence, foster friendships, assertiveness training and cognitive approach. Bullying Perpetrators need to be given; social skills training: to accept differences, understand others, show empathy. Teachers need to be given; classroom management training, educational training disciplining students. For Parents need to be given, parent managementtraining

Key words: model, bullying, senior high school / vocational school

PENDAHULUAN

Pada tahun 2009 tematik pembangunan Kota Yogyakarta adalah "Terwujudnya Kota Yogyakarta sebagai Kota Pendidikan Berkualitas dengan Dukungan SDM yang Profesional". Maksud "Kota Pendidikan Berkualitas" adalah penyelenggaraan pendidikan di Kota Yogyakarta harus memiliki standar kualitas yang tinggi, keunggulan kompetitif dalam ilmu dan teknologi yang berdaya saing tinggi, menciptakan keseimbangan antara kecerdasan intelegensia (IQ), emosional (EQ) dan spiritual (SQ), sistem kebijakan pendidikan yang profesional serta penyediaan sarana prasarana pendidikan yang memadai. Makna lain pendidikan yang berkualitas ditunjukkan pada sistem pendidikan sejak input, proses dan output yang berkualitas, dari jenjang pendidikan terendah sampai jenjang pendidikan tertinggi, termasuk pendidikan yang ada di keluarga dan masyarakat.

Permasalahan siswa SMA/SMK, mereka masih termasuk  remaja pada dasarnya mempunyai masalah yang kompleks sebagai hasil interaksi berbagai penyebab antara lain keadaan remaja itu sendiri, yaitu berkaitan dengan masalah pertumbuhan fisik biologis serta perkembangan psikis remaja yang sedang mengalami banyak perubahan (masa transisi), selanjutnya sumber masalah yang berasal dari lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sosial (Gardner, 1988).

‘Bullying’ sepertinya sudah menjadi ‘bagian hidup’ siswa. Kasus bullying dalam bentuk paling ‘ringan’ seperti kata-kata hingga yang ‘keras’ seperti kekerasan fisik mudah ditemukan di lingkungan sekolah. Ada lagi siswa yang takut ke pusat perbelanjaan atau tempat keramaian karena takut ketemu kakak kelas, dan dapat terjadi besuknya disiksa tanpa ampun (Kompas, 6 Juni 2008). Apabila hal ini terjadi, sekolah jadi tempat yang tidak menyenangkan, bahkan menakutkan.  Bentuk bullying lain, termasuk electronic bullying di dunia maya, yang lebih memprihatinkan, bullying nyaris sudah terjadi di banyak sekolah selama bertahun-tahun. Seperti itukah wajah pendidikan kita?

Fakta ini jelas memprihatinkan, tidak hanya saat bullying terjadi tetapi karena dampaknya dapat sangat luar biasa terutama bagi korban. Penelitian yang dilakukan Psikolog Diena dari Sejiwa (2005-2007) pada pelajar usia 9 sampai 19 tahun di 3 kota, Jakarta, Yogyakarta dan Surabaya 70% siswa mengaku pernah mendapat perlakuan bullying, dan yang tertinggi adalah pelajar di Yogyakarta. Argiati (2008) dalam penelitiannya menemukan dari 113 siswa SMA di Kota Yogyakarta 92,99% siswa mendapatkan bullying psikhis, 75% terkena bullying fisik. Sedangkan tempat bullying 69,3% disekolah, dan pelaku bullying 71,68% dilakukan teman sekolah. Situasi dan kondisi di Jogja seperti tersebut diatas menjadi keprihatinan bagi warga Jogja. Apabila persoalan-persoalan ini tidak segera diatasi tentunya akan menjadi citra buruk sehingga dapat mengurangi minat masyarakat dari luar untuk menyekolahkan putra putrinya di Jogja.

Merujuk pada teori yang disampaikan dan permasalahan yang terjadi di lapangan, penelitian ini berusaha memecahkan permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan penanganan tindak bullying pada siswa SMA/SMK. Manfaat dan keutamaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.  Model yang dihasilkan melalui penelitian ini dapat digunakan oleh para guru SMA/SMK dan Dinas Pendidikan Kota  dalam merumuskan dan mengembangkan program penanganan korban bullying untuk siswa SMA/SMK.

2.  Modul yang dihasilkan dapat digunakan oleh para guru dan peserta didik untuk meningkatkan kemandirian belajar.

Penelitian ini memiliki tujuan khusus yang akan dicapai setiap tahunnya.

Tujuan penelitian tahun pertama ini adalah sebagai berikut:

1.  Mendeskripsikan bagaimana persepsi guru, siswa, dan orang tua murid tentang terjadinya tindakan bullying di sekolah.

2.  Mengidentifikasi permasalahan yang dialami guru, siswa, dan sekolah tentang pelaksanaan penanganan tindak bullying.

3.  Memperoleh masukan dari guru, siswa, dan orang tua murid guna pengembangan model penanganan bullying,  modul, dan media penanganan bullying untuk siswa yang lebih memihak pada siswa.

Tinjauan Pustaka

1. Bullying

Dalam bahasa sederhana bullying digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku kekerasan yang sengaja dilakukan secara terencana oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa lebih berkuasa terhadap seseorang atau sekelompok orang yang merasa tidak berdaya melawan perlakuan ini. Dalam kamus bahasa bullying adalah orang yang mengganggu orang yang lemah dan dapat diartikan juga sebagai anak yang lebih tua mengganggu anak yang lebih muda (Sadely, 2003).

Perilaku bullying mengandung risiko bahaya dan kerugian bagi orang lain maupun pelaku bullying. Perilaku bullying dapat terjadi dalam lingkup yang luas baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Perilaku bullying merupakan bentuk perilaku agresi yang saat ini menjadi isu yang serius, seperti tawuran siswa, perselisihan antar pribadi, pelecehan terhadap guru maupun orangtua siswa yang dapat mengakibatkan luka fisik bahkan kematian. Buss (dalam Berkowitz, 2003), mengatakan bahwa para pelaku agresi sering tidak menunjukkan tujuan mereka yang sebenarnya ketika mereka menyerang seseorang, dan kalaupun mereka ingin jujur, mungkin mereka tidak dapat mengatakan perilaku bullying banyak mempunyai kesamaan elemen dengan perilaku agresif. Sebagai tambahan, bullying dapat berbentuk perilaku sosial seperti mengucilkan dari teman teman bergaul  (Due et al., 2005)

Berdasarkan teori-teori yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku bullying adalah perilaku yang berasosiasi negatif yaitu mengarah pada perilaku menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental yang dianggap sebagai mekanisme untuk melepaskan energi destruktif sebagai cara melindungi stabilitas intra fisik pelakunya.

Bentuk-bentuk Bullying , Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mengelompokkan perilakubullying dalam 5 bentuk yaitu:

a.  Kontak fisik Langsung antara lain: memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar juga termasuk memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain.

b.  Kontak verbal Langsung antara lain mengancam, mempermalukan, merendahkan, memberi panggilan nama, sarkasme, merendahkan, mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.

c.   Perilaku non-verbal langsung: melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam.

d.  Perilaku non-verbal tidak langsung dengan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng.

e.  Pelecehan Seksual, kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.

Berdasarkan pendapat diatas khususnya dengan mengacu pada teori Riauskina dkk (2005) dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek bullying adalah kontak fisik langsung, kontak verbal langsung, perilaku non verbal langsung, perilaku non-verbal tidak langsung, pelecehan seksual.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecenderungan terkena Bullying

Faktor yang menjadikan anak menjadi korban bullying menurut Pepler dan Craig (1989) adalah:

a.    Faktor Internal. Anak-anak yang rentan menjadi korban bullying biasanya  memiliki temperamen pencemas, cenderung tidak menyukai situasi sosial, atau memiliki karakteristik fisik khusus pada dirinya yang tidak terdapat pada anak-anak lain, seperti warna rambut atau kulit yang berbeda atau kelainan fisik.

b.    Faktor Eksternal. Anak yang pada umumnya berasal dari keluarga yang overprotektif, sedang mengalami masalah keluarga yang berat, dan berasal dari strata ekonomi/kelompok sosial yang terpinggirkan atau dipandang negatif oleh lingkungan.

Beberapa ciri yang bisa dijadikan korban bullying (Sejiwa, 2008):

a) Berfisik kecil, lemah, b) berpenampilan lain dari biasa, c) siswa yang rendah kepercayaan dirinya, sulit bergaul, d) anak yang canggung, gagap, e) anak yang dianggap menyebalkan dan menantang bully, dan f) anak yang dianggap sering argumentatif terhadap bully

Dampak bagi korban yang terkena bullying menurut Riauskina dkk (2005) yaitu:

a.    Kesehatan Fisik; Sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan  sakit dada  bahkan dampak fisik ini dapat mengakibatkank kematian.

b.    Menurunnya Kesejahteraan Psikologis dan Penyesuaian Sosial yang buruk.

Dari penelitian yang dilakukan oleh Riauskina dkk, ketika mengalami bullying korban merasakan banyak emosi negative  namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.

c.    Kesulitan Menyesuaikan diri dengan Lingkungan Sosial. Korban ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu,  dan kalaupun  mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.

d.   Timbulnya Gangguan Psikologis. Rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan  gejala gejala gangguan stress pasca trauma.

Akibat terjadinya bullying, ada beberapa hal yang harus dicurigai  ( Argiati,  2009):

a.    Anak pulang sekolah dengan pakaian seragam robek atau rusak,   atau pulang  sekolah kelaparan meskipun telah dibawakan bekal makanan atau uang jajannya pun dirampas. b. Turunnya prestasi belajar dan sulit konsentrasi. c. Mengurung diri, penakut, gelisah. d. Menangis, marah-marah/uring-uringan. e. Suka membawa barang-barang tertentu (sesuai yang diminta “bully”). f. Berbohong.

g.Melakukan perilaku bullying pada orang lain, menjadi kasar dan dendam.

Reaksi korban bullying

Rata-rata korban bullying tidak pernah melaporkan kepada orangtua dan guru bahwa mereka telah dianiaya atau ditindas anak lain di sekolahnya.

Sikap diam sang korban ini tentunya beralasan. Alasan yang utama, mereka berpikir bila melaporkan kegiatan bullying yang menimpanya tidak akan menyelesaikan masalah. Jika korban melaporkan pada guru, guru akan memanggil dan menegur sang pelaku bullying, berikutnya pelaku bullying akan kembali menghadang sang korban dan memberikan siksaan yang lebih keras (Sejiwa, 2008).  Maka menurut para korban bullying, mendiamkan perilaku bullying adalah pilihan terbaik.

Selain itu, anak-anak bisa jadi telah mempunyai suatu sistem nilai, misalnya bahwa mengadukan orang lain bukanlah sifat yang ksatria. Mengadukan orang lain adalah wujud sifat kekanak-kanakan, manja, lemah dan sama sekali tidak dewasa. Bagi sang korban lebih baik menanggung penderitaan ini sendiri daripada melanggar tata nilai di kalangan anak-anak dan mengadukan anak lain.

Pelaku Bullying (Argiati, 2009)

a.         Orangtua, sebagai pendidik utama dan pertama anak dalam menegakkan disiplin kadang terlalu keras. Sehingga anak merasa mendapat ancaman maupun perlakuan keras dari orangtuanya.

b.        Guru, sebagai pendidik kedua di sekolah dalam menegakkan disiplin kadang terjadi benturan dengan anak hal ini dikarenakan aturan yang diterapkan di rumah dan di sekolah berbeda.

c.         Teman sekolah atau teman bermain,  yang paling sering terjadi adalah teman, karena berbagai macam alasan.

2. Pengembangan Model

Berbagai penelitian, mengenai reaksi terhadap bullying. Banyak pengasuh sekolah percaya bahwa cara yang paling tepat untuk mengurangi school bullying adalah disiplin dan mengembangkan supervisi. School bullying dapat berbentuk verbal seperti ancaman, mengejek, atau ancaman fisik,  seperti serangan maupun pencurian  (Hendershot, dkk, 2006). Kekuatan fisik dan psikologis yang tidak seimbang, baik yang nyata atau yang merupakan anggapan juga merupakan makna lain dari bullying  (Woods & White, 2005).

Dampak Kesehatan fisik Kesejahteraan psikologis: marah, dendam, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan Sering bolos Ingin pindah sekolah Pengalaman yang tidak menyenangkan trauma Gangguan psikologis: cemas, PTSD (post-traumatic stress disorder), depresi, keinginan bunuh diri.

Dampak bagi pelaku Terperosok tindak kriminal pembelajaran negatif. R isk faktor korban kurang sosialisasi Percaya diri kurang untuk meminta bantuan Tidak mendapatkan dukungan dari guru ataupun teman sebaya menyalahkan diri sendiri putus asa.

Pembahasan Family system approach . Keluarga memegang peranan penting dalam membentuk karakter anak. Berkaitan dengan pola asuh, bagaimana penerapan disiplin, interaksi orangtua dengan anak, iklim psikologis keluarga dan Cognitive approach dari internal anak.

Pengembangan Model School Bullying

a.        Program Prevensi Program Kampanye untuk mengurangi agresi di sekolah (Olweus, 1993) dengan 3 tujuan utama:

1)        Meningkatkan kesadaran tentang problem agresi pada masyarakat dan sekolah dengan memberikan informasi untuk meningkatkan pengetahuan tentang perilaku agresi Mengajak guru dan orangtua terlibat secara aktif dalam program ini.

2)        Mengembangkan peraturan di kelas yang jelas untuk memerangi perilaku agresi, seperti:“we will not bully other” , “ we will help student who suffer bullying other” dan “we will help student who suffer bullying by other” .

3)        Menyediakan dukungan dan perlindungan untuk korban agresi. Program ditujukan dengan target 3 kelompok tersebut, yaitu guru, orangtua dan siswa Program Prevensi (cont.).

b.   Program kampanye menyusun 2 langkah kongkrit/operasional,

1)     Buklet untuk personil sekolah yang mendeskripsikan bagaimana perilaku agresi terjadi/sebab-sebab munculnya perilaku agresi dan cakupan agresi dalam sekolah dan menawarkan saran praktis agar guru dan personil sekolah bertanggungjawab dalam mengontrol atau mencegah perilaku agresi.

2)     Buklet juga mendorong guru untuk mengintervensi saat terjadi bullying dan dapat memberikan siswa pesan jelas (clear message) bahwa: “agresi tidak  diperkenankan di sekolah kita”.  Serta melakukan penanganan serius jika memang terjadi bullying di sekolah

c.    Program Prevensi (cont.) Buklet juga didesain untuk orangtua berisi:

1)     Informasi dasar dan menawarkan bantuan pada orangtua korban dan  pelaku.

2)     Kaset video dipersiapkan, memperlihatkan sebuah episode kehidupan keseharian  dua orang anak yang menjadi korban agresi.

3)     Siswa diminta untuk mengisi kuesioner pendek, tanpa menyebutkan nama,  menyediakan informasi tentang frekuensi masalah agresi sebagai pelaku ataupun sebagai korban di sekolah dan menjelaskan bagaimana guru dan orangtua merespon, termasuk seberapa kesadaran dan kepedulian guru dan orangtua  tentang masalah agresi dan seberapa siap menyelesaikan masalah agresi tersebut.

d.   Program prevensi di Indonesia Target: guru Pelatihan “guru penyemai potensi”. Pelatihan “pelayanan prima”. Pelatihan “anti bullying di sekolah” . Target: siswa senior dan pengurus OSIS MOS “seru tanpa bullying di sekolah”.

1)     Prevensi & Intervensi

Peran Orangtua :

a)        Perhatikan dan kenali perubahan-perubahan yang ada pada anak.

b)        Jalin komunikasi yang hangat, akrab dan terbuka dengan anak.

c)        Jalin komunikasi dengan guru di sekolah.

d)       Jangan perlakukan anak dengan kasar, memperlihatkan kekerasan dalam keluarga atau memberikan tontonan yang mengandung kekerasan.

e)        Ajarkan anak untuk bersikap empati terhadap orang lain.

f)         Tanamkan pada diri anak, nilai-nilai moral yang luhur, etika dan agama yang konsisten dalam aktivitas  keseharian di lingkungan keluarga

g)        Jika anak sempat menjadi korban ‘bullying’, dukung anak untuk berani bersikap terbuka atau asertif terhadap pelaku.

2)   Prevensi & Intervensi

Peran Guru :

a)              Libatkan semua anak didik untuk bersama-sama mencegah dan mengatasi prilaku ‘bullying. b) Siswa untuk belajar berempati terhadap orang lain. c) Penanaman nilai-nilai kasih sayang dan saling menghormati melalui  berbagai materi pembelajaran dan interaksi yang terjadi di lingkungan sekolah.

d)             Memberi perlindungan dan semangat kepada siswa korban ‘bullying’  agar ia berani bersikap asertif terhadap pelaku ‘bullying’.

3)   Pelatihan “guru penyemai potensi”

Tujuan:

a)              Memotivasi diri mereka sendiri untuk melayani siswa dan menjalankan peran sebagai pendidik. b) Berperan sebagai suri tauladan yang mampu menginspirasi siswa untuk menjadi individu yang lebih baik.

4) “Anti-Bullying di Sekolah”

Tujuan: Di akhir pelatihan, guru mampu :

a)    Mengidentifikasi berbagai tindakan bullying, serta pelaku dan korbannya

b)             Memahami dampak negatif bullying terhadap kehidupan dan masa depan  korban. c) Membangun kesadaran tentang nilai-nilai yang kondusif untuk terciptanya budaya sekolah yang lebih manusiawi dan bebas dari perilaku bullying. d) Mengembangkan kebijakan anti-bullying. e) Membantu siswa untuk menghadapi bullying secara asertif. f) Mengambil langkah awal untuk membangun sistem anti-bullying yang   anggotanya meliputi guru dan siswa

5) “Masa Orientasi Tanpa bullying

Tujuan; Di akhir pelatihan, siswa-siswa senior dan pengurus OSIS mampu :

a)        Mengidentifikasi berbagai tindakan bullying, serta pelaku dan korbannya

b)        Memahami dampak negatif bullying terhadap kehidupan dan masa depan korban

c)        Memiliki kesadaran tentang konsep diri yang positif sehingga mampu  menjadi bagian dari budaya sekolah yang manusiawi dan bebas dari perilaku bullying

d)       Mampu menciptakan acara MOS yang seru, berkesan, dan bermakna  namun tanpa ada tindakan bullying dari siswa senior kepada siswa junior

e. Interpersonal Problem Solving Skills Training

Langkah-langkah IPSST

1)        Anak dilatih agar mampu mengungkapkan pendapat yang berbeda, tanpa rasa takut.

2)        Anak dilatih untuk memikirkan akibat dari perbuatan sosial

3)        Anak dibantu untuk mengembangkan sifat kepekaan untuk menyelesaikan masalah interpersonal

4)        Anak dilatih untuk mengembangkan cara berfikir menyelesaikan masalah

f. Parent Management Training

1)      Program PMT difokuskan pada interaksi antara anak dengan orang tua  yang sesuai dengan perilaku prososial.

2)      Menggunakan reward dan punisment untuk membentuk perilaku anak

Gambar 1. Dinamika Psikologis School Bullying

3. P ersepsi

Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah apa yang dialami, dirasakan dan selanjutnya di perlukan dan diharapkan. Persepsi ini juga melibatkan kebutuhan atau need yang terkait dengan bullying. Need menurut Richard mengandung wants, desires, demands, expectation, motivation, constraints (Richard, 2006). Secara umum persepsi mengandung makna bagaimana siswa, orangtua, atau guru memandang bullying. Persepsi siswa, guru, dan orangtua dapat dijelaskan sebagai berikut:

a.    Persepsi siswa mengandung (1) apa yang dilihat oleh siswa (2) apa yang menjadi kesulitan-kesulitan siswa (3) apa harapan-harapan siswa dalam penanganan tindak bullying.

b.    Persepsi orang tua mengandung  (1) apa yang dilihat oleh orang tua (2) apa yang menjadi kesulitan-kesulitan anak  (3) apa harapan-harapan orang tua dalam penanganan terhadap korban dan pelaku tindak bullying.

c.    Persepsi guru mengandung (1) apa yang dilihat oleh guru (2) apa yang menjadi kesulitan-kesulitan siswa (3) apa harapan-harapan guru dalam penanganan korban dan pelaku tindak bullying.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan riset dan pengembangannya. Pada tahun pertama, dilakukan studi tentang tindak bullying siswa SMA/SMK. Selain itu dilakukan juga identifikasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi para guru dan siswa ketika mereka terlibat dalam penanganan tindak bullying. Persepsi guru, siswa, dan orang tua murid juga dideskripsikan pada tahun pertama. Need Survey dan Need Analysis juga dilakukan pada tahun pertama untuk pengembangan model penanganan untuk tindak, penyusunan modul dan media penanganan yang akan dilaksanakan pada tahun kedua. Berdasarkan studi lapangan dan kajian teoritis yang relevan dikembangan suatu model, modul, dan media penanganan tindak bullying. Model dan modul tersebut diuji, direvisi, dan divalidasi serta disosialisasikan pada tahun ketiga. Berikut disampaikan tahapan kegiatan penelitian pada tahun pertama.

Gambar 2. Kegiatan Tahun Pertama

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif yang merupakan desain yang bersifat alamiah, dalam arti peneliti tidak berusaha memanipulasi setting penelitian, melainkan melakukan studi terhadap suatu fenomena dalam situasi di mana fenomena tersebut ada (Purwandari, 2002). Penelitian deskriptif dilakukan dengan membuat gambaran secara sistematis, faktual, akurat, mengenai fakta-fakta dan sifat populasi. Penelitian deskriptif menempatkan peneliti sebagai pengamat dasar adanya suatu hal yang menarik perhatian (Moleong, 2005).

Subjek penelitian ini adalah guru, siswa, dan orang tua siswa di 6 SMA/SMK yang ada di kota Yogyakarta. Selanjutnya, penelitian ini melibatkan 120 orang guru  SMA/SMK, 50 0rang tua siswa dan 400 orang siswa SMA/SMK di kota Yogyakarta. Pengambilan subjek digunakan tehnik Purposiv yaitu dengan cara melakukan penelitian terhadap subjek secara individual berdasarkan ciri-ciri yang telah ditentukan dalam karakteristik dari penelitian (Azwar, 2003).

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dokumentasi, skala, wawancara mendalam,  DKT (diskusi terarah)) dan observasi. Skala  didesain untuk menjaring korban, pelaku tindak bullying yang dihadapi dan dilakukan oleh siswa dan untuk menjaring persepsi guru, peserta didik,  dan orang tua murid terhadap tindak bullying di sekolah yang digunakan sebagai subjek penelitian. Teknik observasi digunakan melihat pelaksanan proses belajar mengajar. Teknik wawancara digunakan menggali lebih dalam terkait dengan penanganan tindak bullying, permasalahan yang timbul, persepsi, dan sebagainya yang terkait dengan rumusan masalah yang diajukan

Analisis data dimulai sejak tahun pertama pelaksanaan penelitian, yakni dengan mendeskripsikan persepsi siswa terhadap tindakan bullying, persepsi orang tua siswa terhadap tindakan bullying yang dialami anaknya, persepsi staf sekolah terhadap tindakan bullying yang dilakukan oleh siswa di lingkungan sekolah. Untuk analisis, digunakan program SPSS versi 12,0. Dari prosentase terbesar akan diperoleh kesimpulan mengenai suatu fenomena persepsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian diketahui beberapa perilaku bullying yang dialami siswa di Yogyakarta sebagai berikut:

1. Persepsi Siswa terhadap Perilaku Bullying

a.         Bentuk-bentuk Bullying

Beberapa tindakan bullying yang sering dialami siswa/I di sekolah antara lain:

1) Bullying Fisik, 2) Bullying  Psikologis

Hasil penelitian dapat di lihat pada data-data frekuensi bullying fisik dan psikologis yang tercantum  dalam tabel 1.

Tabel 1

Bentuk Bullying Fisik dan Psikologis

(N=353)

No

Bentuk Bullying Fisik

F

%

No

Bentuk Bullying Psikologis

F

%

1

Ditendang/didorong

182

52

1

Diejek/di olok-olok

183

52

2

Dipukul

169

48

2

Disoraki

173

49

3

Ditendang

132

38

3

Dijuluki dengan sebutan yg tidak baik

171

48

4

Dijegal/diinjak kaki

129

37

4

Dihina/dicaci

152

43

5

Dilempar dengan barang

130

37

5

Digosipkan

153

43

6

Diinjak

115

33

6

Di bentak-bentak

153

43

7

Dijambak/ditampar

96

27

7

Dituduh

141

40

8

Ditolak

62

18

8

Diancam

132

37

9

Dipalak/dikompas

64

18

9

Difitnah

128

36

10

Dimaki-maki

90

25

11

Dipermalukan di depan umum

89

26

b.        Faktor penyebab mendapatkan perlakuandan Dampak dari tindakan Bullying.

Tabel 2

Penyebab Mendapatkan Perlakuan dan Dampak dari Tindakan Bullying

(N=353)

No

Penyebab

F

%

No

Dampak Tindakan Bullying

F

%

1

Sulit bergaul

118

33

1

Merasa tertekan/gugup

194

55

2

Fisik kecil/lemah/cacat

94

26

2

Konsentrasi berkurang

130

37

3

Menantang bully

67

19

3

Tidak nyaman/terancam

108

31

4

Orangtua miskin/kaya

59

17

4

Malu

107

30

5

Kurang percaya diri

56

16

5

Kehilangan Percaya diri

100

28

6

Mempunyai logat tertentu/gagap

54

15

6

Stres dan sakit hati

87

27

7

Sulit bergaul/canggung

44

12

7

Tidak bahagia/tidak berguna

69

20

8

Over percaya diri

43

12

8

Membalas bully

54

15

9

Cantik/ganteng/tidak cantik/ganteng

42

12

9

Menangis

52

15

10

Rebutan pacar

38

11

10

Kasar dan dendam

54

15

11

Kurang pandai

27

8

11

Berbohong

44

12

c.    Reaksi yang Dilakukan Setelah Mendapatkan Bullyingdapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3

Reaksi yang Dilakukan setelah Mendapat Bullying

(N=353)

No

Reaksi  Tindakan Bullying

F

%

1

Mengabaikan tindakan pelaku

153

43

2

Membalas tindakan pelaku

127

36

3

Memaklumi tindakan pelaku

121

34

4

Diam saja karena tidak berdaya

63

18

5

Melarikan diri dari pelaku

30

8

d.   Pelaku dan Tempat Dilakukannya Bullying

Tabel 4

Pelaku dan Tempat Bullying Terjadi

(N=353)

No

Tempat  Tindakan Bullying

F

%

No

Pelaku  Tindakan Bullying

F

%

1

Di Kantin

221

63

1

Teman sekolah

281

80

2

Tempat parkir

99

28

2

Gank yang punya kekuasaan

76

22

3

Jalan menuju sekolah

42

12

3

Orang tak dikenal

72

20

4

Di sekolah

63

8

4

Guru

63

18

5

Di rumah

27

8

6

Di kelas

26

7

e.         Persepsi Pelaku Tindak Bullying

Tabel 6

Pelaku Tindak Bullying

(N-352)

No

Pernyataan

Frekuensi

Prosentase

1

Ancaman

248

70

2

Mengganggu adik kelas

125

36

3

Melakukan pelecehan kepada wanita

90

31

4

Merendahkan dengan sinis kepada orang yang lebih lemah

111

31

5

Mengejek/menjulurkan lidah

102

29

2. Persepsi Orang tua terhadap Tindakan bullying

Seri A

Tabel 7

Persepsi Orang Tua Terhadap Tindakan Bullying

(N-27)

No

Pernyataan

TT

T S

S

1

Saya merasa anak saya nyaman di sekolah

26

11

59

2

Guru/orang dewasa di sekolah melaporkan anak saya ada masalah

11

40

44

3

Anak saya bercerita pada saya mengenai kejadian bullying di sekolah

15

48

22

4

Anak saya sedang belajar ketrampilan sosial di sekolah yang akan membantu mengurangi bullying

44

11

15

5

Anak saya menjadi korban bullying di sekolah

30

44

11

6

Anak saya melakukan tindakan bullying di sekolah

11

81

4

Seri B

Tabel 8

Persepsi Orang Tua Terhadap Tindakan Bullying

(N-27)

No

Pernyataan

TT

TS

S

1

Anak anda tidak masuk sekolah karena tidak nyaman di sekolah/perjalanan ke sekolah

93

7

0

2

Apakah seseorang mengancam atau melukai anak anda di sekolah

100

0

0

3

Apakah anak anda terlibat perkelahian secara fisik di sekolah

96

0

4

4

Apakah anda membicarakan tentang bu l lying di sekolah anak anda

93

0

7

5

Apakah anda membicarakan tentang bul l ying dengan staf sekolah

100

0

0

6

Jika ya apakah anda merasa bahwa staf sekolah akan menindaklanjuti/

70

0

0

7

Jika tidak apakah anda akan datang ke sekolah

30

0

0

3. Persepsi Staf Sekolah Terhadap Tindakan Bullying

Tabel 9

Observasi Tindakan Bullying

(N-115)

No

Pernyataan

Tidak pernah

Pernah

Sering

1

Staf memantau siswa sebelum dan sesudah sekolah

18

19

63

2

Staf berada di halaman sekolah selama pergantian jam pelajaran

48

16

36

3

Ada beberapa staf yang siswa di kantin selama jam istirahat

37

19

44

4

Siswa saling bersikap baik satu dengan yang lain

13

7

80

5

Apakah diantara siswa saling mengatakan sesuatu yang bermakna?

51

23

26

6

Apakah diantara siswa saling mengatakan sesuatu yang baik

18

30

52

7

Apakah diantara siswa saling mengambil sesuatu yang bermakna?

42

28

30

8

Apakah diantara siswa saling memukul/mendorong?

95

5

0

9

Apakah diantara siswa saling membantu

18

26

46

10

Apakah diantara siswa saling mengatakan sesuatu yang menyakitkan?

91

9

0

11

Berapa kali seseorang mengancam/melukai siswa di sekolah

67

22

11

Tabel 10

Observasi Tindakan Bullying

(N-115)

No

Pernyataan

Ya

Tidak

1

Apakah anda mengamati tindakan bullying di sekolah

58

42

2

Apakah anda pernah melaporkan perilaku bullying

32

58

3

Apakah pernah diskusi tentang bullying

28

72

Tabel 11

Siswa Merasa Tidak Nyaman dan Tempat Terjadinya Bullying

No

Tempat-tempat Meresahkan

F

%

No

Tempat Terjadinya Bullying

F

%

1

Diluar sekolah

11

10

1

Ruang kelas

20

17

2

Kamar mandi

8

7

2

Ruang ganti

10

9

3

Ruang kelas

8

7

3

Luar sekolah

2

2

4

Kantin

5

4

4

Kantin

1

1

5

Ruang kelas

5

4

5

Halaman sekolah

1

1

6

Ruang ganti

3

3

6

Kamar mandi

1

1

7

Halaman sekolah

1

1

7

Bus

1

1

(N-115)

Tabel 12

Kekhawatiran staf sekolah Terhadap Bullying

(N-115)

No

Pernyataan

Tidak pernah

Serius/ sering

Nyaman

1

Seberapa nyamankah anda dengan siswa pelaku bullying

54

23

5

2

Seberapa seriuskah masalah bullying di sekolah

58

18

1

3

Seberapa seringkah terjadinya bullying di sekolah

59

14

1

Tabel 13

Tindakan dan Penanganan Apabila Terjadi Bullying

(N-115)

No

Tindakan

F

%

No

Penanganan

F

%

1

Mengingatkan pada pelaku

65

57

1

Membantu mengawasi pelaku bullying

46

50

2

Melaporkan pada sekolah/orang tua

46

40

2

Memberikan dukungan pengasuhan

31

37

3

Memberikan hukuman

31

27

3

Mendukungsekolah saat memberikan konsekuensi pada pelaku bullying

22

19

4

Ragu-ragu

12

10

4

Memberikan pelatihan / kebijaksanaan

3

11

Pembahasan

Penelitian ini menemukan bahwa 244 dari 353 siswa (69,3%) pernah mendapatkan bullying di sekolah. dari teman, guru dan orangtua. Jumlah tersebut dapat dikatakan cukup mengejutkan dan memprihatinkan bagi semua kalangan terutama bagi orangtua dan pendidik secara khusus dan kenyataannya hal itu paling banyak terjadi di sekolah.

Selain itu ditemukan pelaku bullying 71,68% diperoleh dari teman sekolah. Dari hasil temuan tadi perlu adanya usaha dari sekolah untuk membentuk kebijakan sekolah yang anti bullying. Menurut Andrew Mellor, pakar anti bullying dari Skotlandia, ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan kebijakan sekolah yang anti bullying, yaitu: kejujuran, keterbukaan, pemahaman dan tanggung jawab.

Dampak perlakuan bullying yang dialami oleh korban yang paling banyak adalah konsentrasi berkurang yaitu 41,46%, akibat konsentrasi yang kurang tentunya membuat remaja prestasinya menurun. Reaksi korban yang dilakukan setelah mendapat bullying adalah membalas perlakuan pelaku yaitu 49,56%, dengan membalas perlakuan bully tentunya akan menjadikan situasi kenyamanan di sekolah semakin jauh. Hal ini kalau dibiarkan dapat menyebabkan perkelahian masal antar kelompok karena masing-masing akan membantu siswa yang dianggap sebagai teman.

Secara keseluruhan untuk memutus mata rantai terjadinya bullying pemerintah, sekolah dan orangtua harus bekerjasama dengan mengajak remaja untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan positif sehingga dapat mengurangi perilaku bullying.

Berdasarkan penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) tentang perilaku bullying pada remaja ditinjau dari perbedaan gender, hasil penelitiannya menunjukkan bahwa remaja laki-laki usia 15 tahun lebih cenderung mem-bully dengan kontak fisik langsung, sementara remaja perempuan lebih cenderung mem-bully dengan perilaku tidak langsung. Namun tidak ditemukan perbedaan dalam kecenderungan melakukan bullying verbal langsung. Pada usia 18 tahun, kecenderungan remaja laki-laki mem-bully dengan kontak fisik menurun tajam, dan kecenderungannya untuk menggunakan perialku verbal langsung dan perilaku tidak langsung meningkat, meskipun anak perempuan masih tetap lebih tinggi kecenderungannya dalam hal ini.

Dalam penelitian ini secara skala hanya melihat bentuk bullying secara fisik dan psikis, adapun untuk melihat bulllying dalam bentuk pelecehan seksual dilaksanakan melalui wawancara dan observasi. Dari skala yang telah dibagikan ke beberapa sekolah menengah di kota Yogyakarta yang sekaligus menjadi subjek dalam penelitian, yaitu Sekolah Taman Madya (32 pelajar), SMKN 2 (68 pelajar), SMA 8 (47 pelajar), SMK Muh 3 (59 pelajar), SMK Muh 5 (58 pelajar), dan SMU Muh 1 (97 pelajar),  ditemukan beberapa hasil bentuk bullying fisik dan psikis yang banyak terjadi pada pelajar di sekolah Yogyakarta.

Berdasarkan prosentase perilaku bullying di atas bahwa sekurang-kurangnya dari sejumlah 353 pelajar kota Yogyakarta ada satu diantara dua pelajar secara signifikan mengalami korban bullying baik secara fisik maupun psikis. Bukti nyata ditunjukkan dengan banyaknya frekuensi penelitian yang terdaftar pada tabel 1 menunjukkan bahwa 72% pelajar mengaku pernah terkena bullying, dan lebih sedikitnya ada 2% pelajar akan mengancam adik kelas jika tidak memberikan uang.   Perhatian perilaku bullying para pelajar merupakan suatu hal yang penting, dan seharusnya para orang tua, guru dan stakholder berusaha keras untuk mengidentifikasi perilaku pelajar korban bullying maupun pelaku bullying dan memberi intervensi sejak awal. Perilaku bullying pelajar merupakan prediksi yang sangat memungkinkan untuk menunjukkan gangguan merosotnya prestasi akademik para pelajar kota Yogyakarta.

Banyaknya perilaku bullying pada pelajar Kota Yogyakarta sering disebabkan oleh faktor-faktor kesulitan bergaul di lingkungan sekolah mereka, hal ini dibuktikan dari hasil penelitian yaitu menunjukkan 33% paling tinggi dibanding faktor-faktor bullying lainnya. Pelajar yang mengalami gangguan intimidasi (korban bullying) maupun pelaku bullying seharusnya memperoleh pengukuran perhatian secara penuh dari semua pihak-pihak terkait, yaitu: orang tua, guru dan stakholder; mulai dari kepala sekolah sampai para penjual kantin sekolah. Ada bukti yang baik bahwa mengajak semua stakeholder ikut terlibat dalam penanganan bullying pelajar secara keseluruhan akan meningkatkan kesadaran untuk berperilaku lebih positif dan dapat menimbulkan dampak positif pada prestasi belajarnya. (Handwerk dalam Bolton, 2010).

Siswa yang menjadi korban bullying biasanya menunjukkan beberapa sikap dan perilaku yang berbeda dari teman-teman lainnya, seperti; perilaku distress, depresi, atau kesedihan mendalam, takut atau enggan masuk sekolah, tertutup pada guru atau orang dewasa lainnya terhadap masalah yang dihadapinya, menghabiskan waktu sendirian karena merasa terisolasi, membutuhkan uang yang banyak tanpa alasan yang jelas, pulang ke rumah dalam kondisi memar-memar di tubuhnya, dan menunjukkan kemerosotan prestasi akademiknya (Handwerk dalam Bolton dan Graeve, 2010).

Dampak bullying yang paling memprihatinkan adalah dampak psikologis para pelajar yang menimbulkan perasaan inferior dan mental meraka hancur. Dari hasil penelitian ditemukan siswa kota Yogyakarta diperoleh beberapa dampak perilaku bullying sebagaimana tercantum dalam daftar tabel 2 yang menunjukkan tanda-tanda  seorang pelajar yang menjadi korban bullying di sekolah. Berdasarkan prosentase dampak perilaku bullying yang tercantum dalam tabel 2 di atas mengindikasikan ada 37% siswa/i merasa konsentrasi belajar mereka berkurang akibatnya prestasi akademiknya juga dapat menurun.

Ada beberapa reaksi yang dimunculkan seseorang apabila mereka menerima perlakuan bullying dari temannya. Ada sebagian yang mampu menahan dan mengkontrol emosinya dan mengabaikan perlakuan bullying yang diterimanya, ada yang memendam perlakuan bullying dan tidak berani bergaul dengan temannya karena merasa malu atas kejadian yang diterimanya serta mereka merasa terisolasi dari teman-teman yang lainnya, namun ada sebagian yang membalas perlakuan bullying bahkan kadang dengan balasan yang le bih menyakitkan.

Reaksi yang paling banyak dilakukan pelajar Yogyakarta setelah mendapat perilaku bullying adalah mengabaikan tindakan perilaku bullying yaitu sejumlah 43%.

Etiology : penyebab (harus digali lebih mendalam lewat wawancara mengapa mereka lebih memilih mengabaikan perilaku bullying, apakah tindakan mereka sudah benar?)

Banyak remaja yang memiliki gangguan perilaku bullying disebabkan faktor lingkungan (contoh; kemiskinan, orang tua berpendidikan rendah, dan lingkungan rumah yang tidak harmonis). Penyebab pokok (contoh; gangguan mental, skor IQ redah (75 sampai 90), dan buruknya pengawasan dari guru dan orang tua dapat memberikan kontribusi pada faktor-faktor lingkungan atau penyebab gangguan perilaku bullying yang saling berkaitan.

Bagaimanapun, gangguan perilaku bullying yang menetap dan signifikan dapat terjadi karena bimbingan dan pengawasan pendidikan yang kurang tepat, tingkat kecerdasan, dan status sosial-ekonomi keluarga, serta ketidakmampuan menghargai orang lain (contoh; ganguan-gangguan yang berkembang yang dapat juga terjadi pada area kemampuan menangani konflik diantara pelajar, perasaan sensitif, dan ekspresi menghina orang atau kelompok lain) merupakan penyebab munculnya perilaku bullying di kalangan pelajar.

Perilaku bullying di kalangan pelajar yang tidak ditangani sejak awal dapat mempengaruhi ketrampilan-ketrampilan dasar membina keharmonisan hubungan secara keseluruhan di lingkungan sekolah yang menyebabkan pelajar akan mudah melakukan tindakan kekerasan seperti tawuran antar pelajar.

SIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menemukan bahwa  dari 353 siswa (69,3%) pernah mendapatkan bullying di sekolah. Selain itu ditemukan pelaku bullying 71,68% diperoleh dari teman sekolah. Penyebab paling besar korban mendapat perlakuan bullying 29,20% adalah anak yang kurang mempunyai kepercayaan diri. Dampak perlakuan bullying yang dialami oleh korban yang paling banyak adalah konsentrasi berkurang yaitu 41,46%. Reaksi korban yang dilakukan setelah mendapat bullying adalah membalas perlakuan pelaku yaitu 49,56%. Berdasarkan prosentase perilaku bullying di atas bahwa sekurang-kurangnya dari sejumlah 353 pelajar kota Yogyakarta ada satu diantara tiga pelajar secara signifikan mengalami korban bullying baik secara fisik maupun psikis.

Peran sekolah dan orangtua dalam mengatasi bullying sangatlah penting, karena ketdaktahuan sekolah dan orangtua apabila siswa menjadi korban atau pelaku, sehingga bullying tetap terjadi terutama di sekolah. Sehubungan dengan hal itu diperlukan pelatihan bagi korban, pelaku, orang tua dan guru dalam menangani bullying.

Saran

1.         Bagi Siswa

a. Korban Bullying perlu diberikan;

1)       Model pelatihan kepercayaan diri: membina persahabatan, menghentikan berpikir negatif.

2)       Model pelatihan asertivitas.

3)       Cognitif approach (pendekatan kognitif, bisa dengan persuasi).

b.      Pelaku Bullying perlu diberikan;

Model  pelatihan keterampilan sosial: menerima perbedaan, memahami orang lain, menunjukkan rasa empati, belajar memaafkan kesalahan orang lain.

2.         Bagi Guru perlu diberikan;

a.        Model pelatihan manajemen kelas.

b.       Model pelatihan pendidikan pendisiplinan siswa.

3.         Bagi Orang tua perlu diberikan;

a.        Model pelatihan komunikasi efektif orang tua-anak (family system approach).

b.       Model pelatihan parent management.

DAFTAR PUSTAKA

Argiati , SHB, 2010, Efektivitas Pelatihan Asertivitas untuk Meningkatkan Ketahanan istri rentan korban kekerasan suami, Proceding Seminar Nasional Pendidikan Berkarakter Bangsa, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Argiati , SHB, 2009, Perilaku Bullying siswa SMA di Kota Yogyakarta, Proceding, Seminar Nasional Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Azwar, S. 2001. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Berkowitz, L, 2003. Emotional Behavior, Jakarta: CV Teruna Grafica

Graeve, S and Bolton J, 2010. No Room for Bullies. New Delhi: Neelkamal Publication

John Naisbit, 1982, Megatrends: Ten New Directions Transforming Our Lives.

Monks, F.j. Knoers, A. M. P dan Haditono, S.R. (2004). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta : Gadjah  Mada University Press.

Moleong, J.L.,  2002. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Pepler dan Craig, 1989. “Bullying” Dalam dunia Pendidikan: Mengenal korban Lebih  Jauh. Diambil dari http://www.popsy.wordpress.com/2007. 15 Mei 2007.

Poerwandari, E. K. 2001. Pendekatan Kualitatif dalam Psikologi. Jakarta: LPSP Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Ramli, A. M. Nora, B.M, Siti, M.S. 2005. Gejala Buli. Diambil dari http://seminar pendidikan.com.kertas2012.pdf. 13 April 2008

Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S.R. (2005). ‘Gencet-gencetan’ di mata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah Kognitif tentang arti, skenario, dan dampak ‘gencet-gencetan’. Journal Psikologi Sosial, 12 (01), 1-13

Samhadi, S. H. 2007. Budaya Kekerasan Di Lembaga Pendidikan. diambil dari http://64.203.71.11/kompas-cetak/0704/14/fokus/3456065/htm. tanggal 15 April 2008

Sears, D.O. fredman, J.L., and Paplan, L. A.1994. Social Psychology. New Jersey. Prentice Hall: Inc.

Sejiwa (Tim Yayasan Semai Jiwa Amini), 2008. Bullying Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Penerbit PT Grasindo, Jakarta, 2008.

BIO DATA PENULIS

Nama              : Dra. S. Hafsah Budi A.,S.Psi.,M.Si

Jenis kelamin  : Perempuan

Alamat            : Jl. Kemitbumen 7 Panembahan Kraton Yogyakarta 55131

Email               : hafsahunik@gmail.com

Telpon             : (0274) 7470800/081903743553

Fax                   : (0274) 547042

Situs Pencarian Hotel Murah Terbaik Hotel.co.id Tahun 2023

Hotel.co.id situs cari hotel murah terbaik - Waktu bertandang ke sesuatu wilayah dalam rencana lawatan kerja atau berekreasi, salah satunya ...